01/12/2013

Harmoni

Matahari hari ini sempurna. Tak panas, tak redup
Angin melambai-lambai dalam ketiadaan
Hujan pun tak datang dengan bencana
Hanya secukupnya saja menjatuhkan tetes-tetes air dari angkasa
Lembayung senja menutup petang dengan indahnya
Dengan iringan kicauan burung dan siulan Sang Angin
Bulan berkilau dengan indahnya 
Menari gemulai bersama taburan bintang yang berserakan diatas sana
Aku memanjat doa syukur padaNya
Atas hadiah terindah ini
Bukan, bukan untukku
Melainkan untuk malaikat tercantik yang ada diatas sana


Selamat Hari Ulang Tahun, Bu








26/11/2013

Lights

You were like the candles
Fragile thing to keep
Easily deluded by the world
They don't realize 
Your only source of life
Is a light
A dream inside you hide
They don't want to listen
So then with a single blow
She died in the dead of night 


23/11/2013

Gravitasi

                Coba saja kamu itu tak pernah ada. Mungkin aku dapat hidup dalam mimpiku. Terbang bebas di udara, menyaksikan matahari mengecup cakrawala, melukis dengan warna-warna angin di lembayung senja, melayang bersama burung-burung gereja ke infinitas cahaya.

                Coba kamu ini hanya cerita dongeng semata. Pasti sekarang aku benar-benar bahagia. Tak harus tergelincir jatuh kedalam cerita cinta rumit yang menggantungku dalam status tak bernama. Aku tak harus berada pada mimpi dan harapan disaat sepasang mata itu menatapku malu-malu.

                Coba kamu ini binasa. Aku tak akan pernah tersungkur lemas disaat hari-hari buruk itu menghantui anganku.Mereka pun tak dapat menjatuhkan air mataku begitu saja, karena saat ini rasanya aku telah terjatuh dan tak mampu untuk berdiri tegak untuk kesekian kalinya.


Lalu, mengapa kau itu harus ada?

28/10/2013

You got me in a labyrinth of love
Where every step is full of surprises
Every turn remains unknown
New person come and go easily
To help or to made lost
Sometimes sadness is your serenade
But it is worth the sincere happiness
What makes me play this game?
It is the fact that you are in this labyrinth, too
Tied with confusion and blinded with hesitation
I do not need no map nor magic
I know I will find you
Because you are my serendipity
And we just the victims of the goddess of love
That stuck in a skinny love

17/10/2013

Nyaris

Malam purnama yang indah ini kujadikan pelarian realita. Sesekali aku mencoba merasakan indahnya lampu-lampu kota, berbaur dengan sekumpulan orang asing, menukar kertas nilai itu dengan sekedar pengganjal perut. Waktu nampak terlepas dari jadwalnya saat kami dipersatukan. Tawa canda dan gosip konyol terlempar bebas dari satu mulut ke mulut yang lain. Lepas saja, tak ada yang dikurung rasa takut apalagi malu. Aku tahu aku akan merindukan saat-saat seperti ini. Namun, masa lalu harus tetap berada pada masanya. Aku tak dapat memutar, memperlambat, apalagi menghentikan Sang Waktu. Pada akhirnya, yang dapat kita perbuat adalah hidup disetiap detik yang berlalu itu tanpa penyesalan sedikitpun. Pada akhirnya, kita harus berpisah, ya?

Aneh. Disaat aku merasa kita akan melambaikan tangan, kita malah tak pernah mengucap kata perpisahan itu. Disaat kita seharusnya terpisah di persimpangan jalan berbatu itu, kalian malah mencoba untuk menghindari kata berpisah itu. Trik yang bagus, namun tak semudah itu mengakali Sang Waktu. Aku tahu akan menyakitkan untuk mengucap kata itu. Jadi daripada mengucap selamat tinggal, aku mengucap ‘Sampai Bertemu Lagi’. Motor itu melaju dengan angin malam, meninggalkanku dalam dekapan  Sang Purnama dan baju hangat ungu yang membalut tubuhku. Namun pada saat itu, aku yakin, cepat atau lambat, kita akan dipertemukan oleh Sang Waktu.


Tunggu saja.

Aphrodite

Mungkin kamu tak ada. Mungkin kamu hanya sepenggal aksara yang terjebak dalam sebuah buku mitos dan fiksi. Atau mungkin kamu nyata, sedang berada disuatu tempat diantara dimensi waktu untuk menyaksikan para manusia menjalankan realita. Yang jelas, diantara kata ‘mungkin’ yang melayang dalam benakku, aku yakin kamu ada. Tanpa suatu tempat yang pasti, tanpa waktu yang pasti, tanpa wujud yang pasti. Kamu ada disana, entah sedang menyamar sebagai manusia fana untuk menutupi jati dirimu sebenarnya atau berkelana dalam wujudmu yang sesungguhnya.

Aku tahu kita sering bertemu. Diriku ini sering terjatuh dan terbangun dalam balutan cerita cinta. Memang itu hobimu, bukan? Untuk membuat setiap cerita cinta lebih menarik dari sebelumnya. Mengaduk-aduk alur dan plot yang awalnya mengalir dengan sempurna. Membuatku memiliki perasaan yang tak tenang ini setiap aku sedang berjalan untuk bertemu dengan bunga tidurku. Tetapi tak apa. Aku malah ingin mengucapkan terima kasih kepadamu untuk setiap cerita yang kau rangkai dengan tanganmu yang serapuh porcelain pada makan malam Thanksgiving. Setiap cerita itu membuatku belajar tentang definisi cinta sesungguhnya. Tentang memberikan hatiku dengan tulus, tanpa meminta balasan. Ya, terima kasih.

Pada akhirnya, aku tak dapat memusnahkan gravitasi untuk membuatku tak terjatuh dalam buaiannya. Aku tak dapat menghindari cinta. Aku tak dapat menghentikan pekerjaanmu sebagai penyatu dua insan yang berbeda. Aku pun tak dapat mengambil nyawamu, kamu ini mortal dan aku pun bukan Sang Penguasa Alam. Jadi, aku akan membiarkanmu melayang bebas. Hingga suatu hari akhirnya kita akan bertemu lagi. Pertanda cerita cinta yang baru akan segera dimulai. Namun untuk yang satu ini, untuk lelaki yang menjadi alasanku untuk tersenyum saat ini, aku memintamu untuk memberi Sang Cinta waktu.



Aphrodite | Aph-ro-di-te

The Greek goddess of love and beauty. Identified by the Romans with Venus.

15/10/2013

Blume

People are like flowers
They have interesting colors to discover
They are all beautiful, yet fragile
Some people got brighter colors
That caught other people’s attention
Some people got torns and dark colors
Who remains untouched and mysterious
Some flowers are made to be the trendsetter
To be the cynosure
Others are made to be the silent witness of history
To be what we called the wallflower
What’s define people and flower
Is the fact that people killed the flowers
Because they think the flowers are beautiful
But people killed themselves
Because they think they don’t

Tell Laura I Love Her

           Gadis itu masih termenung dibalik jendela rumahnya. Pesona taman Belanda yang ada di rumahnya tak mampu menyentil rasa tak sabarnya menunggu surat-surat dengan isi yang ia tunggu-tunggu. Bukan, bukan surat cinta. Melainkan surat jawaban dari seluruh penjuru dunia tentang artikel yang ia cantumkan di koran pagi seminggu yang lalu.  Prangko. Seorang gadis muda yang begitu menyukai gambar-gambar unik yang biasa disisipkan di amplop surat. Dia bukan tipe seorang gadis yang senang berdiam diri sambil bermain boneka layaknya seorang anak gadis seperti biasanya. Ia lebih suka menikmati harumnya pohon kelengkeng ayahnya saat musim panen tiba. Ia senang memanjat sendiri dengan kaki-kaki mungilnya untuk menikmati sebuah—atau mungkin banyak—kelengkeng yang nikmat rasanya. Namun hari ini berbeda. Bukan saatnya untuk memetik kelengkeng-kelengkeng itu. Mereka semua masih bersembunyi dibalik ketersipuan benih-benih muda. Hari ini gadis itu menunggu prangko yang telah ia pinta kepada dunia, sesama filatelis seperti dirinya. Walaupun dia sendiri masih amatir dalam bidang itu.

            Penantian yang panjang itu terbalas oleh suara langkah ibu yang berlari kearahnya sambil menimang beberapa buah kertas ditangannya. Sang gadis itu kegirangan. Ia pun berlari mengejar ibunya. Mereka membuka satu persatu amplop tersebut. ‘To: Laura’  begitulah yang tergores di amplop-amplop itu. Sang gadis itu membaca surat itu sambil tangannya menderetkan prangko-prangko yang telah disisipkan oleh pengirim surat-surat itu. Ada seorang lelaki yang mengiriminya prangko dan uang 10$ untuk membalas suratnya yang datangnya dari negeri Paman Sam. Ada pula orang-orang yang lebih tua yang mengirim prangko pada sang gadis. Laura, begitulah biasa gadis kecil itu dipanggil, begitu girang dapat menaruh prangko-prangko itu di album foto yang dikhususkan untuk menaruh koleksinya. Album bersampul coklat yang dibelikan ibunya di ulang tahunnya yang ke 7. Album prangko pertamanya. Sang ibu tersenyum bahagia, melihat putri sulungnya menggambar perasaan bahagia pada mata cokelatnya.

           Tinggallah sebuah surat yang masih tergeletak dilantai. Belum tersentuh apalagi dibuka. Sang ibu membiarkan Laura membuka surat terakhir untuk dirinya. Laura merobek kertas amplop itu pelan-pelan. Dan didalamnya dia menemukan sebuah surat, dengan beberapa prangko disisipkan didalamnya. Seorang lelaki bernama Tommy mengiriminya surat itu. Surat yang ditulis tangan dengan tulisan yang indah dan aroma pena yang masih kental itu, berisi surat perkenalan diri yang Laura pun tak pernah menyadari akan membawanya kesini. Kesaat dimana perjuangannya berbuah manis menuju jalanan cinta.



           Laura tumbuh menjadi gadis yang mandiri, berjalan sendiri di realita dunia tanpa bayang-bayang orang tuanya. Ia bertemu Tommy, seorang lelaki yang berjangka sembilan tahun darinya. Seorang yang pendiam namun penuh kejutan. Laura tak pernah menyangka, artikel yang ia kirim di koran dan kecintaannya ia pada prangko telah membawanya menemui Tommy, yang sekarang berubah menjadi seseorang tempat dimana Laura berbagi nafasnya. Aku senang mendengar kisah mereka. Entah itu kisah yang bahagia atau yang menghasilkan air mata. Kisah mereka begitu menarik untuk didengar. Laura pernah bercerita padaku bahwa semua yang terjadi adalah takdir, namun aku tak mempercayainya. Hingga pada akhirnya pada suatu malam Kamis—malam dimana ia selalu bercerita padaku dan terkadang memberikan celotehan tentang arti kehidupan—ia menceritakan sebuah kisah yang mengubah definisi takdir dalam diriku selama-lamanya.

           Malam itu hujan. Kami sedang duduk di sofa kesayangan kami. Suatu hal yang kami sering perebutkan untuk mendudukinya. Namun, malam ini kami memutuskan untuk berbagi singgasana. Awalnya kami berdua menikmati acara TV yang hampir setiap malam selalu muncul di kotak ajaib itu. Kami awalnya terdiam. Tenggelam dalam dengungan televisi dimalam hari. Hingga akhirnya aku bercerita pada Laura, tentang hari-hari burukku di sekolah. Ia mendengarkan seksama. Ia hanya terdiam dan sesekali mengangguk. Setelah aku benar-benar selesai, ia menjawab cerita dan pertanyaanku perlahan, seraya menyisipkan kata-kata mutiara sebagai bekal hidupku mendatang.

           Lalu dia mulai menceritakan masa lalunya, tentang seseorang bernama Tommy. Ia benar-benar bercerita dari awal mereka tahu satu sama lain. Hingga menceritakan perjuangannya melawan arus kehidupan bersamanya. Aku menyimak ceritanya, cerita yang mungkin sudah diceritakannya ribuan kali. Namun, tiap kali dia menceritakannya kembali, selalu ada cerita baru yang dikupas olehnya. Aku tak berkomentar, hingga akhirnya dia menceritakan asal-muasal darimana ibunya mendapat namanya, Laura.


           Pada suatu sore, dimana matahari bersinar begitu terangnya. Laksana dirinya tak mau kembali menari didalam mimpinya, hanya semalam saja. Matahari rasanya menolak untuk pergi. Masih setia menemani seorang perempuan yang sedang bergumam sendirian sambil ditemani radio tua yang diliput debu. Sang angin masih menemaninya juga, mendampingi wanita ini merajut sebuah baju. Baju untuk putri kecil yang belum dimilikinya itu. Ia sudah memimpikan untuk memiliki anak Hawa. Namun Tuhan belum mengijinkan impiannya bertemu realita. Belum, belum saatnya. Ia masih merajut sebuah baju cantik dengan benang merah dan oranye, warna senada dengan sang senja. Alunan lagu yang ia dengar dari radio silih berganti. Ia menunggu lagu kesukaannya beralun di udara. Hingga tepat saat matahari pergi meninggalkannya, ia akhirnya mendengar lagu kesukaannya. Tell Laura I Love Her. Sebuah lagu cinta tragis namun memiliki makna yang ia senangi. Tentang cinta sejati. Saat itu juga, saat bulan meninggikan kedudukannya di langit hitam, ia bergumam. Kali ini lebih mirip sebuah janji. Ia bergumam, jika suatu hari ia memiliki seorang hawa mungil, ia akan menamainya Laura. Dan dari detik itu, janjinya ia ikat. Di sebuah bintang berkedip tersipu, di sebuah keheningan malam, dan wajahnya yang diterangi rembulan malam.


           Laura tersadar dari gema memori masa lalunya. Ia kembali bercerita tentang lagu yang membuatku penasaran setengah mati, Tell Laura I Love Her. Sebuah lagu cinta yang jarang kutemui, yaitu kisah cinta tragis antara dua orang sejoli. Antara Laura dan lelaki idamannya. Rasa penasaran inilah yang akhirnya membuatku menelusur jejaring internet karena rasanya tak mungkin menemukan lagu ini di toko-toko kaset biasa, apalagi matahari sudah tertidur lelap di khatulistiwa. Dan akhirnya, rasa penasaranku terjawab sudah. Namun memunculkan tanda tanya baru saat aku memahami bait demi bait lagu tersebut.

Laura and Tommy were lovers
He wanted to give her everything
Flowers, presents, but most of all, a wedding ring

He saw a sign for a stock car race
A thousand dollar prize it read
He couldn't get Laura on the phone
So to her mother, Tommy said

Tell Laura I love her
Tell Laura I need her
Tell Laura I may be late
I've something to do, that cannot wait

He drove his car to the racing grounds
He was the youngest driver there
The crowed roared as they started the race
Around the track they drove at a deadly pace

No one knows what happened that day
Or how his car overturned in flames
But as they pulled him from the twisted wreck
With his dying breath, they heard him say

Tell Laura I love her
Tell Laura I need her
Tell Laura not to cry
My love for her will never die

Now in the chapel where Laura prays 
For her poor Tommy, who passed away
It was just for Laura he lived and died
Alone in the chapel she can hear him cry



Sebuah hal tragis yang terjadi pada Tommy, sang cintanya. Dan, coba tebak, ternyata Laura memiliki isi hati yang perlu dikumandangkan juga.


Tommy my sweetheart is gone now
He's up in heaven somewhere
So little star high above
If you see Tommy tell him of my love.

Tell Tommy I love him
Tell Tommy I miss him
Tell him though I may try
My love for him will never die.

He drove his car in that stockcar race
To win money so we could wed
He wanted so much to make me his wife
Now our love lives on though he lost his life.

I'm so lonely without him near
Oh, how I miss his warm embrace
I'll love no other I want him to know
Oh, little star please tell him so.

Tell Tommy I love him
Tell Tommy I miss him
Tell him though I may try
My love for him will never die.

Although he wanted to give me the world
Why did he do such a reckless thing
Little star he should have realized
I was richer than a queen when he looked into my eyes.


Tell Tommy I love him
Tell Tommy I miss him
Tell him though I may try
My love for him will never die.

Tell Tommy I miss him.
Tell Tommy I miss him...

           Laura selalu membiarkan air matanya berlinang setiap ia mendengar lagu itu dilantunkan. Ia berucap padaku, ia memiliki suatu perasaan takut yang merasuk tengkuknya, jikalau Tommy miliknya mengalami hal yang sama dengan lagu yang berkumandang itu. Namun ia juga mengerti tentang jalan hidup yang berujung pada kematian. Ia mengerti, hanya tak mau membiarkan Tommy miliknya pergi.

           Melihatnya berlinang air mata, aku pun juga ikut tenggelam dalam lautan air mata. Aku adalah orang yang tak pernah bisa melihat orang lain bersedih. Itu sebabnya aku dikenal sebagai pribadi yang humoris. Aku selalu ingin menggurat senyuman di wajah setiap orang, tanpa memedulikan kebahagiaan diriku sendiri.

           Setelah mendengar cerita Laura, aku mulai mempercayai bahwa takdir itu benar adanya. Ada disekeliling kita. Berterbangan bagai partikel udara untuk memberi cuplikan tentang masa depan. Diriku, yang dahulu tak percaya akan takdir cinta, seakan dibuat tersentak dengan kisah kedua manusia fana ini, Tommy dan Laura.





Happy 15th Wedding Anniversary for Tommy and Laura
October 15th, 2013

New York, US

09/10/2013

A New Day

I was lost in confusion
Until you took my hand and show me the way
I was drowned in the sea of tears
Until you came and taught me how to swim
I was washed with the rain
Until you came and be my umbrella
I was trapped in the past
Until you unlocked the key to the future
I was blinded with the fame and money
Until you turned off the lights
I was an average girl having an average life
Until I found you

04/10/2013

Mengapa Aku Tidak?

Sang cahaya saja bisa membiaskan satu warna menjadi keselarasan pelangi.
Mengapa kita tidak?

Pohon beringin yang sudah tua itu saja masih dapat berdiri tegak melawan hembusan angin.
Mengapa kita tidak?

Dedaunan musim gugur saja dapat menari gemulai dengan getaran badai.
Mengapa kita tidak?

Ombak samudra saja dapat mengalunkan melodi dalam hening malam.
Mengapa kita tidak?

Sang waktu saja dapat sejenak berhenti untuk membiarkan kedua bola mata untuk menikmati langit sore.
Mengapa kita tidak?

Burung gereja saja bisa terbang bebas menembus angkasa.
Mengapa kita tidak?

Anggur yang berumur ratusan tahun dan terpendam dalam liputan debu saja masih terkecap nikmat.
Mengapa kita tidak?

Kamu saja dapat mencuri hatiku yang rapuh ini.
Mengapa aku tidak?

01/10/2013

Puncak

Lelah rasanya menghadapi dunia. Menghadapi realita. Menghadapi sosialita. Sampai-sampai di Selasa sore ini, disaat jam tanganku menunjuk kearah angka lima lebih dua puluh tiga menit, aku masih terbalut lengkap dalam seragam sekolahku. Aku malah mencoba lari dari realita. Mencoba kabur dari rangkaian rumus dan teori dalam buku-buku tebal itu. Aku pikir matahari yang kemerahan dan gradasi warna biru, jingga, ungu, dan kuning itu lebih indah dibanding realita.

Dari balik ranting-ranting kering aku mengintip dunia. Dari ketinggian aku menikmati semua ini. Bagaimana anak-anak lelaki berkejaran dengan rambut mereka yang kecoklatan terkena sinar matahari senja. Bagaimana seekor anjing dan majikannya sedang menikmati jalan sore ditemani dengan sang angin yang malu-malu. Bagaimana sebuah pesawat terbang bebas diatas kepalaku. Meninggalkan dengungan yang memekakkan telinga. Bagaimana suara jalan berbatu saat mobil-mobil melindasnya. Hal-hal kecil yang sangat sederhana namun kadang menjadi alasan untuk kembali bernafas setiap harinya.

Dari atas sini aku melihat. Dari atas sini aku mendengar. Dari atas sini aku merasakan. Dan aku bahagia.

Paradoks

Suatu waktu menari dengan hujan, sesekali melukis indahnya matahari
Sehari menari dengan seribu tangan, semalaman menari diatas lantai dansa
Sehari berkicau bagai burung beo, sekejap diam dalam renungan hati
Hari ini mengendarai mobil mewah, esoknya berjalan diatas tumpukan sampah
Kadang tertawa lepas, tiba-tiba berlinang dalam air mata
Suatu saat hiperaktif, sekejap menjadi terdiam seperti tak bertenaga
Suatu hari bergosip dengan kaum Hawa, beberapa saat bersepeda dengan kaum Adam
Selang siang mencekik dompet, saat malam menghambur uang
Redup seperti sang malam, namun cerah bagai lampu sorot panggung
Sejenak bertegur sapa, tiba-tiba membenci dibelakang
Sesekali memamerkan kekuatan, lain waktu tersipu-sipu dengan talenta
Berani bagai satria baja hitam, tapi penakut dalam hati
Ingin mencoba, tak ingin mengambil resiko
Sewaktu-waktu terbang layak malaikat, berubah menjadi iblis tak berhati
Sesekali tentram dan bahagia, kadang terluka dan hancur
Suatu masa kita bergandengan tangan, tiba-tiba menjauh bagai orang asing

Perubahan.

28/09/2013

September, 28th 2013

Aku sudah dapat mengintip akhir dari kisah ini. Kisah yang seharusnya tak pernah ada, tak dibuat, tak dinikmati oleh mata, hati, dan fikiran. Aku menemukan kisah ini di gudang kesepian yang gelap dan berdebu. Nampak tempat itu tak disinggahi oleh makhluk apapun dalam waktu yang panjang. Sepi, namun aku mencoba untuk berani melangkah, melawan semua ketakutanku. Awalnya aku hanya menelusur. Hingga aku menemukan sebuah buku, bersampul merah maroon. Berdebu dan rapuh. Tergeletak di sebuah meja kayu jati berwarna coklat tua.

Aku mengambil buku itu. Mengelapnya perlahan, mencoba melihat judul buku itu. Aneh. Aku tak menemukan judul buku itu. Bahkan penulisnya, atau sekedar guratan kecil penanda kepemilikan pun tak ada. Aku buka perlahan buku itu. Lembaran kemuning yang berbau khas itu kosong. Tak ada tetesan tinta, tak ada guratan pensil, tak ada apapun. Saat aku membalik halaman terakhir buku itu, terselip pesan kecil. Kertas usang dengan tulisan sambung bertinta biru diatasnya.

"Ini ceritamu

                Aku pergi ke taman musim gugur. Membawa buku merah maroon itu bersamaku. Aku menemukan bangku biru dan memutuskan untuk mendudukinya. Aku menatap buku itu sambil memegang pena. Harus aku isi apa buku ini? Cerita apa? Kisah apa? Hingga suatu ketika seorang lelaki datang dan duduk disampingku. Ia duduk terdiam disitu, tak berbuat apa-apa. Namun kehadirannya menenangkan hatiku, entah bagaimana. Dari balik mantel hitamnya yang berbau aroma matahari, ia mengeluarkan sebuah pena. Buku bersampul merah maroon yang ada dipangkuanku itu, digoresnya dengan pena hitamnya. Ia mulai menulis, dengan tulisan tangannya yang indah. Hingga ia mencapai suatu titik saat dia merasa lelah dan memintaku untuk melanjutkan cerita yang ia buat. Dengan angin yang menghembus, aku melanjutkan ceritanya. Cerita masa lalunya yang tak jauh berbeda dengan milikku.

                Aku tahu aku tak seharusnya menulis cerita itu. Mencorat-coret buku takdir. Menentukan masa depanku. Namun, aku tahu bagaimana ini berakhir. Aku tahu bagaimana ini akan menjerumuskanku. Cerita ini akan menenggelamkanku pada air mata dan menggores hatiku lebih dalam lagi. Cerita ini akan menemukan halaman terakhir tanpa ada jilid kedua. Cerita ini akan hilang terkubur Sang Waktu. 

Cerita ini cerita kita.

17/09/2013

Suatu September

                Ia tidak pernah mengatakan apapun. Hanya diam saja. Aku tanya, ia tak menjawab. Aku tersenyum, ia tak pernah melihat. Dia tak pernah memperhatikan. Dia hanya diam saja. Menyimpan cerita didalam wajahnya yang suram itu. Dia hanya diam.

Orang lain pun tak berdaya. Terus-menerus bertanya, ada apa sebenarnya dengan dirinya. Apa yang begitu menyeramkan yang ia sembunyikan terus-menerus. Sesekali aku melihat dia termenung. Melamun disaat sang pengajar mengocehkan ilmu. Entah apa yang mengganggu fikirannya. Entah apa yang membungkam mulutnya untuk berbicara. Aku tanya ia tak menjawab.  Aku tersenyum ia tak melihat. Ia hanya diam.

Lalu datang suatu senja pada bulan September. Senja dimana daun berguguran diterpa angin. Senja yang menemani dirinya melangkah pulang. Senja yang merobek langit pada hari itu. Angin yang berbisik diantara aspal senja itu, bagai membisikkan doa. Mengantarnya pulang.

Aku tak pernah mendapat kesempatan itu. Untuk mengadahkan air mata sunyinya. Untuk memangku cerita dibalik kebisuannya. Seiring senja itu pergi, ia juga pergi. Aku kira ia akan kembali lagi. Memendam nyawanya lagi, seperti yang biasa ia lakukan. Namun ternyata aku salah. Aku tak pernah tahu. Angin berbisik itu menjadi nafas terakhir baginya. Ia pergi dengan Sang Senja September.

14/09/2013

Malam Minggu Priska

Malam minggu itu memang sudah berciri khas dengan dua insan muda—atau tua—pergi berdua untuk sekedar makan malam, temu kangen, dan menonton film di bioskop. Klasik.

              Tapi malam ini aku duduk sendiri di balkon kamarku yang berdebu karena cuaca. Menari bersama hujan malam yang menyebabkan tubuh ini menggigil. Hanya ditemani oleh netbook yang baterainya sekarat, telepon genggamku yang kuotanya hampir habis, lagu sendu, dan nyamuk-nyamuk yang kian lama kian menggangu. Aku bukan galau, tidak. Hanya kebetulan saja aku menangis di malam minggu, ditengah hujan malam yang suaranya membuatku sedikit tenang. Ya, kebetulan.

             Mungkin alam memang sudah mengerti hatiku sepenuhnya. Ia selalu berusaha menghiburku, disaat makhluk-makhluk lain satu-persatu pergi. Meninggalkanku, menyakitiku, melukai batinku. Melupakan fakta bahwa gadis muda yang satu ini juga punya hati dan perasaan. Membicarakan hal ini memang tak akan pernah ada habisnya. Sampai lelah dan mulutku berbusa pun, mereka tak akan mendengar dan mencoba peduli. Aku memang terlahir untuk sendiri.

              Dan anehnya, musik juga lebih mengerti diriku. Entah bagaimana, tak peduli berapa kali aku mengacak deretan lagu yang kupunya, yang keluar dari pengeras suara itu selalu lagu yang sesuai dengan perasaanku. Dengan cerita hidupku. Tentang cerita seorang gadis yang batinnya terluka dan ingin memiliki hidup normal. Sekali saja.

Namun kalian pasti sedang sibuk, ya? Sedang menggandeng pujaan hati hingga tidak bisa membaca ocehan aksara yang aku susun ini. Ya, aku mengerti. Ini kan, malam minggu.

13/09/2013

Dua Sudah Lebih dari Cukup

“Kamu mau kemana? Kenapa terburu-buru begitu?”
Dengan sebuah tiket yang digenggamnya, ia terdiam.
Hanya tertunduk diterpa angin malam.

23 Agustus 1987

Hari Minggu malam pada musim gugur. Daun melayang-layang diterpa udara malam. Lampu remang yang bergoyang berdecit.  Suasana begitu seram dan sepi. Hanya ada aku, dia, dan beberapa calon penumpang yang dapat dihitung dengan jari-jemari.

“Aku mau pergi. Mungkin tak kembali.”

Sesekali orang asing membuat suara langkah kaki. Membuat kita berdua canggung. Aku menahan air mata, namun tak mampu. Dia tampak biasa saja. Dengan ekspresi datar. Mungkin memang tak menyadari Sang Dara sedang lara. Ia hanya terdiam menunggu tumpangannya datang.

“Aku ingin menjauh dari dunia ini. Memulai semua dari awal. Aku ingin mengejar mimpi.”

“Lalu aku harus bagaimana?”

“Tak usah ikut. Kamu disini saja, mengerjar mimpimu juga. Aku tahu kamu ingin jadi pemain opera yang handal. Memang itu keahlianmu bukan?”

                Bahkan dari jarak yang lumayan jauh, aku masih dapat mencium bau anggur dan tembakau dibalik mantelnya. Mantel coklat tua yang aku belikan disaat ulang tahunnya ke 21. Tuhan, aku benci berpisah.

                Dia memalingkan wajah ke jam tangan antik didalam sakunya.

“Memang aku tak bisa ikut denganmu? Kita kejar mimpi bersama. Kita lalui bersama.”

    Aku mengelap air mataku untuk kesekian kalinya.

“Seperti yang aku bilang, aku ingin sendiri. Bukan berarti aku tak menyukaimu. Hanya saja aku rasa aku harus menjalani ini sendiri. Agar tak ada beban, agar tak ada yang terpikirkan.”

                Aku menarik nafas panjang. Berusaha meyakini diriku bahwa tekadnya sudah kuat untuk pergi. Untuk menjauh dariku. Untuk mencari yang lebih baik. Aku mendengar suara kereta dari kejauhan. Pengeras suara tiba-tiba menyala, memecah kesepian.

‘Kereta malam ke Lisbon akan segera tiba. Bagi penumpang yang sudah memiliki tiket, diharapkan mempersiapkan diri untuk menaiki kereta. Terima kasih.’

“Sudah dulu, aku pergi. Jaga dirimu.”


                Ia memelukku dan mengecup keningku. Aku menatap mata hijaunya sekali lagi. Mengetahui bahwa aku tak akan melihatnya lagi. Dan dalam hitungan detik, ia sudah tiada. Terbawa oleh badan kereta menuju Lisbon. Pergi, menjauh. Dan tanganku ini terasa hampa tanpa menggenggam miliknya. Semua tak akan sama lagi. Tak akan pernah sama.

Believe

                I almost fell asleep until my mother wake me up. “We flew 11 hours not to fall asleep, okay. Try to make yourself awake by enjoying Parisian’s point of view.”. My mom is such an enthusiasm. At first, she hates to fly. But her job forced her to fly all across the nation and that makes her love to travel and tries something new. My mom, by the way, is a photographer. She works for a travel magazine in California. Me, i actually love to hang out with my mom ̶ since she’s the only one that i have ̶ travelling and seeing something i haven’t seen before. But i hate the fact that she spends her time on her job too much. I still remember our trip to New York, where we didn’t have just a couple hours to have fun.

                So, here i am once again. Stuck in a tour bus with a bunch of strangers and an annoying tour guide. Okay we’re in Paris, but that doesn’t mean she has to tell us the name of every street that we’ve passed with that stupid microphone like it’s a big deal. I know some of the tourists feel annoyed too. I see some of them plugged their headsets and some of them are sleeping. “Ladies and Gentleman, i would like to remind you all that in a couple minutes we are going to arrive in the famous church in Paris, Cathédrale Notre Dame, as known as Notré Dame de Paris that placed in 6 Parvis Notre-Dame, Place Jean-Paul II. It’s currently raining outside. So please don’t forget your raincoat or umbrella with you.”

                Yup, our schedule today brings us to Notre Dame. I’ve never been there before. I’ve been to France but this is my first time to Paris. As i said before, my mom got no time to spend with me. But this time, her job flew us to Paris and she decided to have a ‘Mom and Daughter’ time. I doubt that would happend. “Put your sweater, we’re almost there.”. It’s drizzling outside but the temperature is quite cold. I put my sweater and packed my bag with Kool-Aid and croissant that i bought in the pastry near the hotel.

                The bus is stopping. “Okay, we’re here. You can come with me or walk by yourself to the church. We’ll meet at this point in one and a half hour later, prabably in 4:15. Let’s dig in!”. The tourists are holding their cameras and video recorder. The woman are busy powdered their face and put the lipstick. Me and my mom, we’re not that kind of woman who likes to put thick make-ups and high heels. We’re more like Scout, the tomboy girl in the book To Kill A Mocking Bird.

                I’m walking outside the bus. Tourists are eveywhere. Some of them are taking pictures. Some of them are feeding the pigeons. Some of them are sitting in a some kind of supporter bench. Some of them are taking a line to enter the church. Just when i thought we are going to take a line too, my mom said “You’ll go. I want to take some pictures of the building and the atmosphere around here. I’ll call you.”. With a camera around her neck, she left me here, alone. See? She’s just too busy for me. Then she dissapeared in the crowds, i take a line to the church. The rain is replaced with a windy weather that makes my hair tousled. Thank God, the line didn’t stand for too long. I put off my raincoat and my red barrétte.

                The church took my heart immediately. I’m in love with the stain glass that shined with the not-so-shiny sun. The silence heals my heart and i feel like i want to cry for no reason. The architecture is French gothic but it didn’t look spooky at all. The burning candles makes this vague church glows beautifully. I’m  just walking around the church when i saw someone is walking very fast on the 2nd floor. Did the upper floors are phrohibited for tourists? Maybe just the functionary of the church, i guess.

                I decided to walk towards a statue of Mother Maria. I put 2£ and lit a candle in my hands. I closed my eyes, just to feel the serenity of the church. Then, i put the candle to its place and take a sit on a wood bench. I take some pictures and suddenly a nun take a sit next to me. “Beautiful, isn’t it?”. I just nodded and  keep my head down. “Do you know the story of the huchback called Quasimodo? The bell ringer who’s adopted by the Archdeacon of Notre Dame, Claude Frollo?”. I tried to remember the story that i’ve seen on the TV. “You mean the story about the gypsy called Esmeralda?”. She let a juncture on our conversation. “Yes, the dancing woman! You know the story, aren’t you?”. “I guess so, why?” i answered. “You’ll find out when you believe.”. Then she get up from the bench and touch my hands. Her hands are cold and fragile, just like my grandma’s hands. I get up too. Walking and walking while thinking about the conversation i had with the nun.

                I take a glimpse at my watch. 3:43 P.M. I guess my mom will go to the church after i finished my little tour in here. So i decided to sit facing the tapestry and the Jesus Crist. I sit myself on a wood chair, far from the crowds. I unite my arms and close my eyes. I fell on a pray.


Dear Lord on Thy holiest place
I am here, on this beautiful church in France to bend my knee and thank for the blessing Thee gave to me. For the opportunity to breathe, to see, to taste, to enjoy, and to feel the France itself. Nothing in a word could describe how much i want to thank Thee.
I am here for ask Thee to answer my prayer. My prayer for the homeless, for the one who starve, for the broken souls, for the one who’s not as lucky as me. And for the happiness and health for my angel, mom. She’s never there for me but i never want to see tears on her face. Bless us, bless Notre Dame, bless the world.

Amen


                I opened my eyes with a blinding lights. “I heard your pray. Thank you.”. A man with a big body is sitting in front of me. He is wearing a black coat, more like hoodie in his head. He didn’t see me. He’s just looking forward but his words are pointing to me. “But how. . .?”. I didn’t think i mumbled when i was praying. Or am i? “Don’t ask me how did i do that. The thing is, i’m glad that someone cared about me. I’m one of the broken soul.”. I’m sure that i heard him sobbing quitely. “No, no need to thank me. Eveybody in this world should do the same thing. You know, pray.”.He replied “God bless you.”. Then he left as fast as he came. Okay, first is a nun and now a mysterious man talked to me? Did i miss something?

̶ You’ll find out when you believe

                Does she mean the Quasimodo? But the story took a line at the year around 1480 and there’s  no way that Quasimodo is still alive. “There you are! I’m looking for you everywhere!”. Mom snapped me from my own mind. “I saw you from the distance. You talked to yourself? Because i think i saw you talking but no one is around you. I know you never say your prayers.”. I got this little heart attack when my mom told that to me. “What do you mean i was talking to myself? There’s someone in front of me. A man with a black hoddie!”. I thought my mom is lying about all of this thing, but the way she looks at me tell me that she’s telling the truth. There’s a long gap on our conversation. So my mom decided to pray (and take some pictures, no doubt) in the front row.

                You’ll find out when you believe. Maybe that’s the key. Does the nun is trying to tell me that Quasimodo and this whole Notre Dame story is real? I used to believe in fairytales. But i figured out that life is not like the movies and happy ever after don’t exist. I grew up and it makes me turn into a realistic mind. Besides, if Quasimodo is still alive, he must be a hundred years old. Some kind impossible, but if you believe, nothing’s possible.

                “I’m done, honey! Now let’s go back to the bus or else we’ll be left behind.”. Mom is walking next to me, without even taking pictures. An unusual thing to happend. As we are no longer in the church, i ask my mom “Mom, if i tell you a story, maybe some kind of fairytale. And if i tell you that it’s real, do you believe me?”. I asked seriously but she’s laughing so hard like i was joking. “Mom, i’m serious about what i’m saying.”. But she don’t stop laugh. “Honey, there’s no such thing as ghosts, fairytales, and princess, or others from your deepest imaginations.”

                I actually believe in my mom’s opinion. But something makes me want to believe about this whole unbelieveable story. So then i close my eyes, whisper in my heart. ‘I believe in you, Quasimodo’


                Then suddenly, the bells ringing loudly right above us. A sign.





Inspired by the famous story by Victor Hugo

Cerita Senja

Kita disini. Diantara para makhluk asing yang lain. Dikelilingi oleh fikiran dan perasaan kita sendiri. Kita duduk ̶ lebih tepatnya tak berdaya ̶ dibawah naungan sang senja yang perlahan tinggal bayang. Yang kudengar hanya suara saru sang merpati yang mencari jalan pulang dan suara nafasmu.

“Indah, bukan?”

Ia sesaat terdiam sebelum akhirnya menjawab.

“Matahari yang mengantuk itu memang selalu terlihat indah."

Dengan sebuah pengingat memori terkalung di lehernya, ia mencuri-curi momen yang penuh ketenangan ini. Momen dimana hanya ada aku, dia, bayangan kami, dan sang matahari yang mengantuk, katanya.

“Bukan. Bukan itu yang indah. Melainkan cerita dibalik semua ini. Sebuah cerita dimana sang surya begitu mencintai sang bulan. Ia mati disetiap hening malam untuk membiarkan separuh jiwanya itu bernafas.”

Ia hanya terdiam. Terpaku dengan jawabanku itu. Tentang cerita nyata yang terlihat oleh mata namun kadang tak terasa dihati. Mungkin ia mulai merasakannya juga.

“Maksudmu, selama ini kita menjadi saksi mata dari kisah cinta yang indah ini?”

Aku mengangguk.

“Indah, bukan?”

Lalu, tanpa kusadari, ia merangkulku. Seiring sang senja menghembus nafas terakhir untuk sang bulan, ia berkata,

“Cerita kita juga indah, bukan?”

Sesaat sebelum bayangku pergi, aku tersenyum didekapannya.



11/09/2013

Little Things

What is love?
Love is the smell of the rain
Love is an oversized knitted sweater
Love is a cup of chamomile tea before bed
Love is when you sink to the novel you read
Love is when your feet touch the sea
Love is the first bite of a popsicle toe on a summer day
Love is when you witness the sun is setting
Love is the softest spot under your blanket
Love is the brightest colours in lollypops
Love is the sound of a fresh coissant's crust
Love is wild, untamed, free
Love is you.

05/09/2013

Sérénité

Caught a  glipse of his eyes
I gently sit myself next to him
No conversation
No touch
No thing
I washed away my sanity
I just want to get this feeling
The serene feeling
To feel every second worth it
To see the colours of the wind
To catch the red falling leaves on my lap
To override my phobias to love and affections
He wants it too, no need to question
August to September
On this blue bench
With the fading and cracking paint
Under the black old tree
Scattered with the yellow reddish leafs
With our face exposed with the sleepy sun
Who's finding the way to its roots
I met the old friend of mine
The friend i thougt has already gone
Has finally find its way back home
Greetings to you, Love

04/09/2013

Ibuk

Malam yang sunyi itu begitu gelap. Sang bulan pergi entah kemana. Bintang-bintang tak banyak muncul, seperti ditelan kegelapan malam.

Di patio itu, dibawah cahaya lampu listrik yang seadanya, seorang wanita duduk. Melipat tangannya dengan bunga melati yang habis dipetik ditangannya. Wanginya memenuhi udara. Memberi kesan angker dan mencekam.

Aku membuka mulut. Mencoba memecah keheningan malam. "Bu, ada yang salah?". Beliau menatapku dalam. Dengan mata senja dan sedihnya. Membuat hatiku iba ingin menangis. "Lelah ibu nak, kamu tidak lihat ada apa dengan tempat yang kita pijak ini?" ucapnya dengan suaranya yang rapuh itu. Aku menggeleng, tanda tak tahu. Beliau memejamkan mata, menarik nafas panjang sebelum kembali berbicara padaku.
"Nak, kamu tidak lihat tikus-tikus berkeliaran tanpa malu? Bagaimana bintang bertebaran tanpa ada yang melihat cahayanya? Bagaimana orang mengisi perut mereka, menyenangkan diri, sedangkan orang lain kelaparan hingga mati? Kapan ibu bisa mencium harum melati di tanah yang kita pijak ini, nak?". Di keheningan malam, aku dengar beliau terisak kecewa. Aku ingin menenangkannya, menghapus air matanya, melukis guratan senyum di wajahnya.

Tapi aku tak bisa. Aku tak mampu. Karena kurasa aku ini hanya aku. Seorang anak biasa yang tak bisa apa-apa. Aku hanya dapat menyaksikan sang saksi bisu terduduk merintih kesakitan diantara kebisingan dunia. aku tak dapat membanggakannya. Aku tak dapat mengharumkan Ibu Pertiwi.

Maaf, Bu.

31/08/2013

Puspa Pesona

Bunga di tepi jalan
Apa yang ia lakukan disitu?
Sendirian, berdiri rapuh
Sesekali bergoyang tertiup angin
Warnanya tak pudar terkena terik dan tetes cuaca
Putih bersih dengan dedaunan hijau
Orang berlalu tak pernah menghiraukan
Sibuk sendiri dengan dunianya
Egois
Tak pernah terbangun dan tersentak
Menyadari ada sesuatu yang indah terbengkalai percuma
Anehnya, bunga itu hanya diam
Tak berteriak pun melawan
Ia diam, mungkin pasrah
Hanya mengamati dunia
Melalui kelopak demi kelopak
Ia mungkin hanya melihat
Tapi ia dapat merasakan
Dan ia mengerti

13/08/2013

Broken Angel

The was one sunny day
The day when I took a step to the land of happiness, they said
But hapiness is just a state of mind
A lucide dream
Because when I saw smiles and laughs
I saw the thing that I shouldn't see
I catch a glimpse on it
An angel
Sitting there, alone
With a frown on her face
She should be happy
She should be smiling,
She looks beautiful with that
But her hands explain everything
Now I see
She loves to draw
But she doesn't draw art
She draw the story that hard to explain
She use her hands as the canvas
And blades as the brush
Now I see
Behind her sleeve
Behind her frown
Under her clothes
She's dying
She's holding tears
She's just like me.

Paris, 2014

26/07/2013

Kesä

Hari yang berlalu. Jam yang berdetik. Daun yang gugur. Bintang yang berkelip.
Nafas yang terhembus. Mimpi yang hilang. Tawa yang meredam.
Memori yang tertinggal.

Engkau dimana, pecahan hati yang hilang?

Mungkin kau sudah berlari pergi bersamanya.
Mungkin kau sudah berbagi lara dan air mata dengannya.
Yang dulu disampingmu hanya ada aku seorang.
Dulu kamu membiarkan headset itu tergantung untukku.
Yang dahulu tawa itu kau bagi denganku.
Dulu kita berjalan berdampingan, menikmati angin semilir dan terik matahari. 

Semua itu berubah cepat. Terlalu cepat.
Layaknya musim, aku digantikan dengan dirinya.
Aku terlupakan dan menghilang entah kemana.
Mungkin sepenggal cerita yang kita rajut itu telah perlahan menghilang.
Pergi dari pojokan anganmu yang berliput debu.
Tak tahu harus sampai kapan aku memendam hal ini.
Memendam cinta yang mungkin tak pernah terbalas.
Entah harus berapa lama lagi aku menatap dirimu 
Dari balik jendela masa lalu yang terlupakan.
Aku merindukanmu.

Tapi, semua hal memang terbuat untuk terganti.

22/07/2013

Smile

Remember,
You are the chosen one. The survivor. The lucky strike.

Remember,
You are beautiful, no matter what they think about you. No matter what
you think about yourself, or your unperfect body. You are someone's world.

Remember,
Those razors, alcohols, and pills are not good for you. Put that away, far away
from your precious body. You know that you are way better than this.

Remember,
You have the best family in the world. You don't choose them. God determine it.
Because He knows you deserve them and they deserve you.

Remember,
Life's too short to act stupid and clumsy. Sometimes you need to play
with your adrenaline and your sanity. That doesn't mean smoking and drugs.

Remember,
Everything happens for a reason. So do you.

19/07/2013

for u, pal

Jatuhlah suatu hari dimana malamnya begitu indah. Semua tampak begitu elok dan sunyi dari balkon mungil seorang gadis kesepian. Ia menatap langit malam. Sinar bulan menyinari rambutnya yang terkulai lemas di bahunya. Bintang bertabur bebas diantas karpet hitam tanpa awan. Gadis itu ikut terdiam dengan malam. Namun teriakan batinnya bergema hingga ujung dunia. Ia tersesat dalam realita. Diantara dunia yang baru ini. Ia lelah. Air mata luka mengalir dari matanya. Mencoba melupakan realita sejenak, ia menatap langit.

Bintang-bintang berkelip seperti sedang tertawa. Satu bintang yang tak berkelip. Hanya terdiam, memancarkan cahayanya. Ia berada jauh dari bintang lain. Bermilyar tahun cahaya. Bintang itu berada dalam naungan sang bulan, yang tergantung diatas langit seperti senyuman indah yang dicuri. Bintang itu berada jauh dari bintang lain. Namun, tampak ia nyaman berpijar disebelah sang bulan. Mereka tak sama, bahkan mereka tak sedikitpun sempurna. Nampaknya mereka tak peduli. Yang terpenting adalah mereka mencoba bersinar seterang mungkin untuk memberi pesan untuk gadis kesepian yang menatap mereka nun jauh dibawah sana.

Mencoba memberi tahu bahwa ia tak sendiri.. Ia bukan percobaan gagal Sang Pencipta. Ia bukan seorang buruk rupa yang selalu ia bayangkan. Bahwa ia lebih dari apa yang orang lain katakan tentang dirinya. Ia spesial, layaknya sang bulan dan bintang tak berkelip. Sang bintang melesat pergi dan bersinar dimata sang gadis. Sang bulan pergi mengembalikan senyumannya yang hilang.


Malam itu begitu sunyi. Namun tak lagi untuk gadis itu. Ia tak sendiri. Ia bahagia. Ia punya teman.



Dedicated to my.........i don't even know what should i call her xx




09/07/2013

Creep

Everyday is just another worthless day.

An endless struggle to catch blurry dreams. She goes to school, being judge, get bullied by a bunch of mean girls who can't stop saying about mean things about her. Her crush has in love with another girl with a perfect body, perfect smile, and perfect hair. Her crush didn't ever notice her. Just a simple 'HI' or take a glimpse to see her face. What they didn't know is she have an insecure soul. She get overthink about everything, even small things that she actually shouldn't mind. Her insecurity increased every night when she tries to sleep. Eventually she cried in the middle of the night and cut herself out. She had a thought that she'll die if she couldn't escape her insecurity.

Some said 'There's no place like home'. She doubt the phrase. Her definition about home is a place full of tears, scattered memories, broken dreams, and fights. Yes, her mother and father had an endless fight about unimportant things. The thing is, they never want to sit, relax, and try to solve the problems like an adult. She tried to deny them but the hatred is louder than her faith. Her soul is slowly fading away.

She can't even remember how may times she attempt suicide. The scars behind her sleeve are countless. Her pillow is filled with tears. The sunset has been a silent witness of her fight against the world. She's dying. She feel worthless and not needed. She's too insecure to lift her face, wipe her tears, and tell the world that she's beautiful, inside and outside. Despite all of the scars and the swollen eyes. She hoped too much, she get nothing. She's the one who saw models on the magazines and thinks that she couldn't be one of them with the face she have. She's the one who weigh her body every second, everyday, everytime. She's the one who thrown all of her meals and ended up eat nothing just for a perfect body she's craving for. She think its worth it.Every time of her life she feel unwanted, guilty, reckless, and she think that she don't belong to this world.

That girl I'm talking about is me.

20/06/2013

Isä

Hari-hari lalu itu takkan pernah kulupakan
Hari dimana sayapmu mengembang
Hari dimana senyum bahagia nan tulus itu masih menggantung di wajahmu
Lalu, semua tertelan begitu saja
Hilang diantara kebisingan dunia
Malaikatmu telah tiada
Terbang ke surga, tempat dimana dia seharusnya berada

Sejak itu kau memijak sendiri
Bertualang dengan bayangmu
Seiring waktu berjalan, kita terpisah
Oleh jarak dan realita
Meninggalkan tali silaturahmi tergantung rapuh
Berdebu dan dilupakan
Namun, entah bagaimana
Tali itu masih ada, masih tersambung diantara kita
Dengan cinta dan kenangan

Mungkin jarak memisah kita
Mungkin kita tak lagi bersama
Mungkin semua tak seperti dulu lagi
Namun, satu yang aku janjikan
Selama jiwa masih menggenggam raga
Selama akal ini masih waras
Disaat semua rasa memilih untuk pergi
Satu rasa yang akan selalu tinggal di dalam hatiku
Cinta

Love you, dad


My dad and his famous 'thumb up' style 

Dedicated to my dad. A single parent, an optimistic, a friend, and most of all, a father. Happy Birthday 

P.S. His birthday is actually in 15th of June. I wrote this poem in 15th of June. But i just don't have much time to post it on my blog. But here it is! 

Nothing Like Us

It's my birthday. But i forgot how old was i 
going to be. Still, i was tring to copy my dad's 
'thumb-up' style

On my 5th Birthday. Me and my sister tried to copied his 
'thumb-up' style


Kinda forget where we took this pic. But there i was.
Trying to be some kind of cavalier on my dad's shoulder 


Z

Satu hal yang kutahu tentang keberuntungan. Kau tidak dapat mengaturnya. Memilih mana yang kau suka atau kau mau. Pun kau tak dapat mengejarnya. Karena keberuntungan laksana kupu-kupu. Sekali kau kejar, takkan pernah kau dapatkan.

Suatu malam aku berlutut. Membisikkan pinta hati kepada Sang Pengatur. 'Berikan yang terbaik untukku'. Sambil memejam mata, aku tak mengharap apapun. Kecuali yang terbaik. Hanya yang terbaik.

Hari berlalu, musim berganti. Hujan badai dibarengi terik matahari. Aku hampir melupakan sepenggal bait doaku itu. Kupikir Ia tak menjawabnya. Kupikir aku terlalu berdosa untuk didengar. Kupikir Ia tak mendengar seorang gadis penyendiri ini.

Lalu datang hari dimana sesuatu memaksa diriku bangkit. Memaksa kakiku melangkah pergi. Untuk mencapai satu titik. Untuk mengabulkan getaran hati. Tak kuduga, dalam satu titik ini, setelah melewati hari-hari sunyi dan detik waktu kesendirian, aku menemukan doaku. Aku menemukanmu.

27/05/2013

Penghibur Malam

Dibawah langit malam ia berpijak
Diantara cahaya malam ia berdiri
Diantara riak kehidupan ia bertahan

Kota malam ini tak begitu sunyi (memang tak seharusnya sunyi)
Pamornya masih mengapung diantara eksistensi dunia
Diantara kecanggungan ia berjalan
Melewati lautan manusia yang mencari jalan pulang
Mencari naungan
Dan kembali kepelukan keluarga

Berbeda dengan dirinya
Yang berjalan tanpa tujuan
Tanpa seseorang untuk dipeluk
Tanpa atap, hanya berjalan
Tanpa uang, hanya perasaan

Tak ada gunanya menangis pun menyesali
Ia kini sendiri
Dikelilingi orang-orang palsu
Yang mencari penjual cinta
Atau si jelita malam hari
Apapun panggilannya, orang-orang itu mencari dirinya
Si kupu-kupu malam


14/05/2013

Bali, 8 Mei 2013

Hari itu adalah hari yang cerah. Matahari tersenyum menawan. Gumpalan kapas melayang bebas di udara. Membiarkan dirinya tertiup angin pagi. Sementara seorang gadis duduk manis dibawahnya. Diatas pasir putih. Didera ombak kehidupan. Sesekali ia mencoba berdiri. Namun tak mampu kakinya menahan deru ambak. Jadilah ia tersungkur lemah. Sesekali ia mencoba duduk tegak. Dan sang ombak lagi-lagi menguasai dirinya. Menggulungnya dengan alam. Diaduk dengan karang dan garam.

Pernah ia menulis nama diatas pasir memori. Nama seseorang yang ia yakini seorang pengkhianat. Namun belum mampu ia yakini sepenuh hati. Ia tersenyum. Kendati terdapat luka yang menganga di hatinya. Tak lama, ombak menghapus nama itu. Membiarkan gadis itu menangis, tapi tak lama. Ia mencoba bangkit dan berdiri. Mencoba untuk menyingkirkan rintangan. Ia berjalan berlalu. Mencoba bertahan dari ombak badai. Meyakini hari esok yang lebih baik untuknya. Tak lama, gulungan ombak menyapu langkahnya pergi.

Yang lalu biar lalu.

Bunga Tidur

Untuk sekali dalam hidupku
Aku dikelilingi oleh mimpi
Mungkin karena sang penangkap mimpi
Yang membuatku menjadi saksi mata sebuah mimpi
Kakiku tak lagi menginjak tanah
Setiap selanya dipenuhi pasir putih
Pecahan batu memori masa lalu
Ombak dengan gembiranya mengalunkan desahan air laut
Berulang tanpa henti

Sejauh mata memandang
Yang kulihat adalah infinitas dunia
Lautan terbentang tanpa ujung
Langit menaungi setiap langkahku
Sang surya mengintip dari garis horizon
Ingin mengucap selamat malam
Sambil sesekali menguap
Dan akhirnya terlelap di pangkuan Ibu Pertiwi

Kini giliran Sang bulan
Dan bintang-bintangnya yang tampil di kincah semesta
Memanjakan diriku, sesaat
Dengan semilir angin menemaniku
Sungguh, ini mimpi terbaik yang pernah kutangkap
Wangi bunga kamboja dan jahe
Yang menyeramkan
Namun anehnya membuatku nyaman sekaligus

Aku melipat tangan kebelakang
Berjalan menyusuri bibir pantai
Sesekali merasakan air laut di kakiku
Pada satu titik, aku berhenti
Menengadahkan kepalaku keatas
Berbisik, seperti berdoa

Jangan biarkan ini semua musnah

Dan aku tahu
Aku tak pernah mau kabur dari mimpi itu


                                                                  







Bali, 8 Mei 2013

03/05/2013

Kesempurnaan Yang Tak Sempurna

Kita bukan Romeo dan Juliet
Kita hanyalah dua manusia
Yang dipertemukan oleh dimensi waktu

Kita bukan Hansel dan Gretel
Kita hanya seorang remaja
Yang hidup dibayangi petualangan

Kita bukan Adam dan Hawa
Kita hanya seorang
Yang mencari-cari keberadaan penggoda

Kita bukan Perseus dan Adromeda
Kita tak memiliki kekuatan
Namun mampu melawan arus realita

Aku tak peduli apa kamu, siapa aku
Aku pun tak peduli
Bahkan jika kamu adalah seorang penyendiri
Aku tak akan mengucapnya, kalimat itu
Karena sekali terucap
Adalah janji kepada sang Takdir

Aku tak mau berjanji
Karena tak ingin mematahkannya
Lebih baik tak berucap
Dan tetap terbungkam oleh dunia
Biar kamu dan aku yang tau

02/05/2013

Solitude

The darkness rush from the east. I am here, waiting for the stars come out of hiding. I am here, alone. Without someone to hold. Without someone who can break the silence of the night. I let my hair straggling on my shoulders, knowing that no one that i need to impress. I inhale, for several times. Just to make sure that I'm alive. I'm still here, after passing through difficult times. I'm alive. Or am I?

In the morning I woke up, I felt something is missing. I couldn't see it, but I felt it. What did I lose? My heart? It's been missing since an Adam took it and don't return it. My faith? It's not missing, it's tottering. When the sun kissed my eyes, I realized what's been missing. My soul.

Now everything looks opaque. No more walking in the park with you. No more home-made cooking that usually through my throat. No more tweeting about the mean girls. It's all gone. No, wait! Everything's stay. I am the one who's gone. I am the ghost, all the time. Everyone is avoiding me. I saw fears in their eyes whenever the look at me. I am no longer be needed. And what's not important need to be thrown away.

I am going. Somewhere far away. Far away from the reality. Far away from the pain, the laugh, and love. Seeking for my inner peace. I thought in this journey i will never feel lonely anymore.

I was wrong.

29/04/2013

Roman

Saat perasaan ini hinggap di bahuku
Aku terlempar kembali ke masa lalu
Masa dimana aku adalah bunga tidurmu
Dan saat dimana aku melukiskan senyummu didalam benakku
Kembali lagi aku pada masa
Kamu membiarkanku menangis
Dan pergi berkelana
Jauh, keujung mataku
Tanpa mengecup selamat tinggal

Hari-hari berlalu
Daun-daun berguguran
Hendak pergi mencari jalan pulang
Hatiku masih sepi
Masih karut mencari-cari serpihan hati yang lain
Langkah demi langkah
Aku memungut hatiku yang rusak

Saat itulah aku melihat bintang berkelip
Tepat di bola matamu
Mencoba untuk memperbaiki hatiku
Yang berubah menjadi kepingan yang hilang

Jadi saat perasaan ini menghinggapiku
Aku terdiam
Mencoba untuk tak membuatnya pergi
Akan kujaga kau, cinta

11/04/2013

Refleksi

Selalu ada langit tak berwarna
dan perempuan yang menulis dibawahnya
hurufnya luka

        Avianti Armand (Buku Harian)

Senja ini seakan menua
Melunturkan warna-warna mudanya
Yang biasa kukagumi tanpa bosan
Dibawah langit yang mengabu
Anganku keluar dari sangkarnya
Lebih tepatnya, mencoba kabur
Berkelana menembus awan kelabu
Mencari temannya, kebahagiaan
Yang akhir-akhir ini perlahan berdenyar hilang
Dari seorang gadis muda
Yang sedang mencari-cari rumah untuk bersinggah
Disaat dunia sedang berkecamuk badai
Ia sendiri, menggigil, namun tak bersedih
Hanya bimbang menghantui jiwanya
Ia tak hentinya meyakinkan dirinya sendiri
Bahwa ia tak kesepian
Namun, realita berkata lain

Aku tersentak, melihat langit masih sendu
Tak mampu aku menghiburnya
Jadi aku hanya terdiam sendiri, tertunduk
Mulai menyusun kata, seperti biasa
Yang kulihat hanya secarik kertas pudar
Dengan aksara yang menangis
Gadis itu kesepian

05/04/2013

Punctum Remotum

Kamu. Tak akan pernah ada ujungnya menyusun aksara untuk mendefinisikannya. Kamu adalah bunga pertama yang lahir diawal matahari musim semi. Kamu adalah bayangan hangat yang menemaniku di musim panas. Kamu adalah helai daun terakhir yang melayang diantara semilir angin musim gugur. Dan kamu adalah tetes salju pertama yang jatuh diatas anganku. Layaknya musim, kamu berubah, menjauh, dan dinanti. Layaknya remaja lain, tumbuh benih-benih keingintahuan di benakmu, yang perlahan tumbuh menjadi tindakan. Kamu adalah mimpi burukku yang terindah, kesalahan yang tak terlupakan, dan kenangan yang tak pernah kusesali. Aku tak peduli, jika kehadiranmu malah membuat diriku dipenjarai oleh jeruji air mata. Aku memaksa anganku untuk tak percaya, bahwa kamu hanyalah sebuah dongeng belaka. Karena suatu hari nanti, kita akan tersingkir, dilupakan, dan hanya akan menjadi sebuah mitos yang mengalun diantara telinga anak-anak kecil yang masih polos dan dirudung rasa penasaran akan cerita yang bahkan tak nyata.

Aku tak menggenggammu. Lalu apa? Kamu bukan seekor peliharaan yang harus kukekang dengan status cinta palsu. Kamu adalah kamu. Makhluk yang sebebas-bebasnya menyayangi atau disayangi. Bahkan arak-arakan awan sekalipun tak dapat menghalangi cahayamu. Kamu menyaksikan apa itu cinta, merasakannya dalam hatimu. Kamu tahu, kamu ingin terlibat didalam kisahnya. Kamu ingin mencari sosok itu. Seseorang yang berada di bunga tidurmu. Seseorang yang juga nyata. Tanpa kau sadari, seseorang menatapmu penuh harap. Dari kedua bola matanya terpancar keinginan untuk memangku perasaanmu yang rapuh. Tak sempat kamu menoleh kebelakang, menyadari kehadiranku, kau menemukannya. Gadis dengan senyuman malu-malu diwajahnya. Kamu meraih tangannya, berjanji takkan melepasnya.

Saat itulah, saat dimana matahari berada diujung jalan, aku pun bersiap untuk pergi juga. Cintaku telah pergi, menghilang dari ujung pandangku.

28/03/2013

Aku

Takkan selamanya aku sendiri
Suatu hari nanti
Disaat kemunafikan telah luntur
Menghilang dari wajahku 
Saat aku melangkah pergi entah kemana
Dan ternyata yang kutemukan adalah dirimu

Takkan selamanya aku kesepian
Sang angin akan setia menungguku
Bulan dan Matahari tak lelah menantiku
Ombak tak hentinya berderu
Aku tahu aku tak pernah sendiri

Takkan selamanya dunia terdiam
Sunyi, senyap
Menyembunyikan sejuta kebohongan
Dibalik bisikan angin malam
Ditiap desiran pasir 
Aku yakin dunia tak pernah berhenti berteriak

Takkan selamanya aku bersedih 
Dunia akan selalu mendorongku
Mencoba untuk menjatuhkanku
Atau mungkin mencoba membunuhku
Namun yang kuyakini
Dan yang selalu kuingat
Diriku pun takkan berhenti untuk bangkit