Lelah rasanya menghadapi dunia. Menghadapi realita.
Menghadapi sosialita. Sampai-sampai di Selasa sore ini, disaat jam tanganku menunjuk kearah angka
lima lebih dua puluh tiga menit, aku masih terbalut lengkap dalam seragam
sekolahku. Aku malah mencoba lari dari realita. Mencoba kabur dari rangkaian
rumus dan teori dalam buku-buku tebal itu. Aku pikir matahari yang kemerahan
dan gradasi warna biru, jingga, ungu, dan kuning itu lebih indah dibanding
realita.
Dari
balik ranting-ranting kering aku mengintip dunia. Dari ketinggian aku menikmati
semua ini. Bagaimana anak-anak lelaki berkejaran dengan rambut mereka yang
kecoklatan terkena sinar matahari senja. Bagaimana seekor anjing dan majikannya
sedang menikmati jalan sore ditemani dengan sang angin yang malu-malu. Bagaimana
sebuah pesawat terbang bebas diatas kepalaku. Meninggalkan dengungan yang
memekakkan telinga. Bagaimana suara jalan berbatu saat mobil-mobil melindasnya. Hal-hal kecil yang sangat sederhana namun kadang menjadi alasan untuk kembali bernafas setiap harinya.
Dari atas sini aku melihat. Dari atas sini aku mendengar.
Dari atas sini aku merasakan. Dan aku bahagia.
No comments:
Post a Comment