17/09/2013

Suatu September

                Ia tidak pernah mengatakan apapun. Hanya diam saja. Aku tanya, ia tak menjawab. Aku tersenyum, ia tak pernah melihat. Dia tak pernah memperhatikan. Dia hanya diam saja. Menyimpan cerita didalam wajahnya yang suram itu. Dia hanya diam.

Orang lain pun tak berdaya. Terus-menerus bertanya, ada apa sebenarnya dengan dirinya. Apa yang begitu menyeramkan yang ia sembunyikan terus-menerus. Sesekali aku melihat dia termenung. Melamun disaat sang pengajar mengocehkan ilmu. Entah apa yang mengganggu fikirannya. Entah apa yang membungkam mulutnya untuk berbicara. Aku tanya ia tak menjawab.  Aku tersenyum ia tak melihat. Ia hanya diam.

Lalu datang suatu senja pada bulan September. Senja dimana daun berguguran diterpa angin. Senja yang menemani dirinya melangkah pulang. Senja yang merobek langit pada hari itu. Angin yang berbisik diantara aspal senja itu, bagai membisikkan doa. Mengantarnya pulang.

Aku tak pernah mendapat kesempatan itu. Untuk mengadahkan air mata sunyinya. Untuk memangku cerita dibalik kebisuannya. Seiring senja itu pergi, ia juga pergi. Aku kira ia akan kembali lagi. Memendam nyawanya lagi, seperti yang biasa ia lakukan. Namun ternyata aku salah. Aku tak pernah tahu. Angin berbisik itu menjadi nafas terakhir baginya. Ia pergi dengan Sang Senja September.

No comments:

Post a Comment