Malam purnama yang indah ini kujadikan pelarian
realita. Sesekali aku mencoba merasakan indahnya lampu-lampu kota, berbaur
dengan sekumpulan orang asing, menukar kertas nilai itu dengan sekedar
pengganjal perut. Waktu nampak terlepas dari jadwalnya saat kami dipersatukan.
Tawa canda dan gosip konyol terlempar bebas dari satu mulut ke mulut yang lain.
Lepas saja, tak ada yang dikurung rasa takut apalagi malu. Aku tahu aku akan
merindukan saat-saat seperti ini. Namun, masa lalu harus tetap berada pada masanya.
Aku tak dapat memutar, memperlambat, apalagi menghentikan Sang Waktu. Pada
akhirnya, yang dapat kita perbuat adalah hidup disetiap detik yang berlalu itu
tanpa penyesalan sedikitpun. Pada akhirnya, kita harus berpisah, ya?
Aneh. Disaat aku merasa kita akan melambaikan
tangan, kita malah tak pernah mengucap kata perpisahan itu. Disaat kita
seharusnya terpisah di persimpangan jalan berbatu itu, kalian malah mencoba
untuk menghindari kata berpisah itu. Trik yang bagus, namun tak semudah itu
mengakali Sang Waktu. Aku tahu akan menyakitkan untuk mengucap kata itu. Jadi
daripada mengucap selamat tinggal, aku mengucap ‘Sampai Bertemu Lagi’. Motor
itu melaju dengan angin malam, meninggalkanku dalam dekapan Sang Purnama dan baju hangat ungu yang
membalut tubuhku. Namun pada saat itu, aku yakin, cepat atau lambat, kita akan
dipertemukan oleh Sang Waktu.
Tunggu
saja.
No comments:
Post a Comment