17/10/2013

Nyaris

Malam purnama yang indah ini kujadikan pelarian realita. Sesekali aku mencoba merasakan indahnya lampu-lampu kota, berbaur dengan sekumpulan orang asing, menukar kertas nilai itu dengan sekedar pengganjal perut. Waktu nampak terlepas dari jadwalnya saat kami dipersatukan. Tawa canda dan gosip konyol terlempar bebas dari satu mulut ke mulut yang lain. Lepas saja, tak ada yang dikurung rasa takut apalagi malu. Aku tahu aku akan merindukan saat-saat seperti ini. Namun, masa lalu harus tetap berada pada masanya. Aku tak dapat memutar, memperlambat, apalagi menghentikan Sang Waktu. Pada akhirnya, yang dapat kita perbuat adalah hidup disetiap detik yang berlalu itu tanpa penyesalan sedikitpun. Pada akhirnya, kita harus berpisah, ya?

Aneh. Disaat aku merasa kita akan melambaikan tangan, kita malah tak pernah mengucap kata perpisahan itu. Disaat kita seharusnya terpisah di persimpangan jalan berbatu itu, kalian malah mencoba untuk menghindari kata berpisah itu. Trik yang bagus, namun tak semudah itu mengakali Sang Waktu. Aku tahu akan menyakitkan untuk mengucap kata itu. Jadi daripada mengucap selamat tinggal, aku mengucap ‘Sampai Bertemu Lagi’. Motor itu melaju dengan angin malam, meninggalkanku dalam dekapan  Sang Purnama dan baju hangat ungu yang membalut tubuhku. Namun pada saat itu, aku yakin, cepat atau lambat, kita akan dipertemukan oleh Sang Waktu.


Tunggu saja.

No comments:

Post a Comment