28/09/2013

September, 28th 2013

Aku sudah dapat mengintip akhir dari kisah ini. Kisah yang seharusnya tak pernah ada, tak dibuat, tak dinikmati oleh mata, hati, dan fikiran. Aku menemukan kisah ini di gudang kesepian yang gelap dan berdebu. Nampak tempat itu tak disinggahi oleh makhluk apapun dalam waktu yang panjang. Sepi, namun aku mencoba untuk berani melangkah, melawan semua ketakutanku. Awalnya aku hanya menelusur. Hingga aku menemukan sebuah buku, bersampul merah maroon. Berdebu dan rapuh. Tergeletak di sebuah meja kayu jati berwarna coklat tua.

Aku mengambil buku itu. Mengelapnya perlahan, mencoba melihat judul buku itu. Aneh. Aku tak menemukan judul buku itu. Bahkan penulisnya, atau sekedar guratan kecil penanda kepemilikan pun tak ada. Aku buka perlahan buku itu. Lembaran kemuning yang berbau khas itu kosong. Tak ada tetesan tinta, tak ada guratan pensil, tak ada apapun. Saat aku membalik halaman terakhir buku itu, terselip pesan kecil. Kertas usang dengan tulisan sambung bertinta biru diatasnya.

"Ini ceritamu

                Aku pergi ke taman musim gugur. Membawa buku merah maroon itu bersamaku. Aku menemukan bangku biru dan memutuskan untuk mendudukinya. Aku menatap buku itu sambil memegang pena. Harus aku isi apa buku ini? Cerita apa? Kisah apa? Hingga suatu ketika seorang lelaki datang dan duduk disampingku. Ia duduk terdiam disitu, tak berbuat apa-apa. Namun kehadirannya menenangkan hatiku, entah bagaimana. Dari balik mantel hitamnya yang berbau aroma matahari, ia mengeluarkan sebuah pena. Buku bersampul merah maroon yang ada dipangkuanku itu, digoresnya dengan pena hitamnya. Ia mulai menulis, dengan tulisan tangannya yang indah. Hingga ia mencapai suatu titik saat dia merasa lelah dan memintaku untuk melanjutkan cerita yang ia buat. Dengan angin yang menghembus, aku melanjutkan ceritanya. Cerita masa lalunya yang tak jauh berbeda dengan milikku.

                Aku tahu aku tak seharusnya menulis cerita itu. Mencorat-coret buku takdir. Menentukan masa depanku. Namun, aku tahu bagaimana ini berakhir. Aku tahu bagaimana ini akan menjerumuskanku. Cerita ini akan menenggelamkanku pada air mata dan menggores hatiku lebih dalam lagi. Cerita ini akan menemukan halaman terakhir tanpa ada jilid kedua. Cerita ini akan hilang terkubur Sang Waktu. 

Cerita ini cerita kita.

1 comment:

  1. Aku suka. Simple, bagus. :) -Eugenia Larasati

    ReplyDelete