Aku sudah dapat mengintip akhir
dari kisah ini. Kisah yang seharusnya tak pernah ada, tak dibuat, tak dinikmati
oleh mata, hati, dan fikiran. Aku menemukan kisah ini di gudang kesepian yang
gelap dan berdebu. Nampak tempat itu tak disinggahi oleh makhluk apapun dalam
waktu yang panjang. Sepi, namun aku mencoba untuk berani melangkah, melawan
semua ketakutanku. Awalnya aku hanya menelusur. Hingga aku menemukan sebuah
buku, bersampul merah maroon. Berdebu dan rapuh. Tergeletak di sebuah meja kayu
jati berwarna coklat tua.
Aku mengambil buku itu.
Mengelapnya perlahan, mencoba melihat judul buku itu. Aneh. Aku tak menemukan
judul buku itu. Bahkan penulisnya, atau sekedar guratan kecil penanda
kepemilikan pun tak ada. Aku buka perlahan buku itu. Lembaran kemuning yang
berbau khas itu kosong. Tak ada tetesan tinta, tak ada guratan pensil, tak ada
apapun. Saat aku membalik halaman terakhir buku itu, terselip pesan kecil.
Kertas usang dengan tulisan sambung bertinta biru diatasnya.
"Ini ceritamu”
Aku pergi ke taman musim
gugur. Membawa buku merah maroon itu bersamaku. Aku menemukan bangku biru dan
memutuskan untuk mendudukinya. Aku menatap buku itu sambil memegang pena. Harus
aku isi apa buku ini? Cerita apa? Kisah apa? Hingga suatu ketika seorang lelaki
datang dan duduk disampingku. Ia duduk terdiam disitu, tak berbuat apa-apa.
Namun kehadirannya menenangkan hatiku, entah bagaimana. Dari balik mantel
hitamnya yang berbau aroma matahari, ia mengeluarkan sebuah pena. Buku
bersampul merah maroon yang ada dipangkuanku itu, digoresnya dengan pena
hitamnya. Ia mulai menulis, dengan tulisan tangannya yang indah. Hingga ia
mencapai suatu titik saat dia merasa lelah dan memintaku untuk melanjutkan
cerita yang ia buat. Dengan angin yang menghembus, aku melanjutkan ceritanya. Cerita
masa lalunya yang tak jauh berbeda dengan milikku.
Aku
tahu aku tak seharusnya menulis cerita itu. Mencorat-coret buku takdir.
Menentukan masa depanku. Namun, aku tahu bagaimana ini berakhir. Aku tahu
bagaimana ini akan menjerumuskanku. Cerita ini akan menenggelamkanku pada air
mata dan menggores hatiku lebih dalam lagi. Cerita ini akan menemukan halaman
terakhir tanpa ada jilid kedua. Cerita ini akan hilang terkubur Sang Waktu.
Cerita ini cerita kita.
Aku suka. Simple, bagus. :) -Eugenia Larasati
ReplyDelete