Dahulu kita hanya hanya dapat bersua di penggalan
tahun. Kadang lebih dari
itu, jika aku beruntung. Namun sekarang rasanya tak ada yang pasti lagi, dan
aku tak tahu harus merasa bahagia atau merana karena itu.
Tak semua orang menyukaimu. Mungkin kau tak mawas dengan hal itu (atau
memilih untuk tak peduli, seperti biasanya). Aku diam-diam tahu karena aku
sering menyaksikan bagaimana raut mereka terkeluk sesaat setelah kau hadir di
hadapan mereka. Terlebih jika kau datang tanpa permisi. Kadang aku harus
meminta maaf akan sikapmu yang seperti itu. Nampaknya kau harus lebih mendalami
sopan santun dan tata krama.
Sebenarnya aku mengerti mengapa mereka bertingkah seperti itu. Mereka tak
suka jika hari-harinya kau usik karena akuilah, entah hadirmu hanya sekadar
singgah, atau menetap sampai larut, pasti ada saja petaka yang kau bawa untuk
mereka. Terkadang aku juga mengalami hal yang sama. Walau begitu, rasa cintaku
ini masih sama saja. Mungkin benar yang orang katakan; cinta itu buta, dan
mungkin sedikit dungu.
Terkadang cintaku padamu dipertanyakan validasinya. Tentu oleh insan-insan
yang tak menyukaimu. Mereka tak habis pikir, bagaimana aku masih tetap
mencintaimu disaat dirimu merusak apa yang aku kenakan. Aku bilang, “Tak apa. Kulitku
ini jarang tersentuh oleh apapun dan siapapun. Rasanya agak kesepian, dan
sentuhannya benar-benar membuatku merasa tidak sendiri.” Aku meninggalkan bagian bagaimana kau sering menutupi
air mataku. Rasanya terlalu sentimental untuk dibagi.
Kemudian mereka kembali bertanya, “Jika kau
benar-benar mencintainya, lalu mengapa masih melindungi dirimu dari dirinya?”
Aku terdiam; tidak mau munafik bahwa dalam hari-hari tertentu, aku mengurungkan
niat untuk bertemu denganmu, bahkan sangat amat melindungi diriku dari
sentuhanmu. Alasanku sebenarnya sama dengan orang-orang yang tak menyukaimu.
Terkadang aku tak ingin kau menghancurkanku. Tubuhku sering tak sanggup
menghadapimu. Itu sebabnya aku mengerti
mengapa mereka tak menyukaimu.
Aku masih mencintaimu. Bagaimana aku tidak? Bahagiaku
sering datang bersamamu. Senduku reda karenamu. Namun tampaknya aku tak bisa
benar-benar mencintaimu secara utuh.