Maaf, tahun in jemariku merasa lejar untuk merengkuh selaksa kata. Nampaknya sia-sia. Sebaris prosa yang tercipta dari kenangan lalu hanya jadi sebuah pelipur bagi rasa yang tak kunjung pulih. Laranya masih sama. Lukanya masih menganga.
Maaf, tahun ini tak ada hadiah dariku. Tak ada gunanya mencipta. Barangkali alamat yang kusematkan selalu keliru. Hadiahku tak pernah tiba untukmu. Lalu sejumput kata itu dibiarkan terbengkalai di ujung jalan. Berdebu. Tak bertuan.
Maaf, tahun ini doaku tak banyak. Sang juru selamat tak mendengarkanku. Atau mungkin aku yang tak mendengar-Nya. Yang jelas, doaku tak pernah terkabul. Hanya terpaut dalam-dalam. Entah menanti apa untuk akhirnya dapat bersua dengan realita.
Maaf, tidak ada yang elok tahun ini. Kembang yang kubawa seadanya. Parasku tak kusolek sampai merona. Rasanya tak perlu berpura-pura kau ada, jika yang kujumpa hanya sepetak tanah suwung dan sebuah batu nisan dengan namamu yang mulai pupus.
Sekali lagi maaf,
Sepenggal kata ini hanya sampai di dunia fana.
01/12/2019
21/11/2019
Dua Tiga Pemuda Melambung Tinggi
Saban hari rinai hujan merebas
Entah menangisi atau menutupi
Dua tiga pemuda yang terpaut ilusi
Tatapannya mulai melindap
Sembari melesap dua tiga belenggu
Hingga dibuat kelu tak mampu berenyut
Dua tiga pemuda menuhankan substansi
Sampai lupa yang mana yang punya hati
Entah menangisi atau menutupi
Dua tiga pemuda yang terpaut ilusi
Tatapannya mulai melindap
Sembari melesap dua tiga belenggu
Hingga dibuat kelu tak mampu berenyut
Dua tiga pemuda menuhankan substansi
Sampai lupa yang mana yang punya hati
18/11/2019
Time After Time; Mistakes After Mistakes
Time flies
And we are Icarus
Learning to fly with our mundane souls and fabricated wings
Just like the sun
Time witnesses a reiterate fiasco
When the ocean kisses our radiant skins
Dismayed; our bodies hurled beneath the blue
Wailing, failing
Draped with sea salts and regrets
A lesson for the ones
Who want to hold hands with the immortals
So Icarus,
Won’t you come down and rest your head?
And we are Icarus
Learning to fly with our mundane souls and fabricated wings
Just like the sun
Time witnesses a reiterate fiasco
When the ocean kisses our radiant skins
Dismayed; our bodies hurled beneath the blue
Wailing, failing
Draped with sea salts and regrets
A lesson for the ones
Who want to hold hands with the immortals
So Icarus,
Won’t you come down and rest your head?
11/11/2019
Catharsis
The sutures are aching and turn into a profane wound. Red
is oozing from it as it slowly decays, but still has a long way to perish. The
malady hasn’t cured. Tears are streaming down on my face as I try to numb the
pain away. Through the thin walls the people might have mistaken my sorrow with
a cry for help. Will they miss my presence when I’m gone? Or are they too caught up with their own fake lies misery?
It is a murky night and I pity my misfortune. Years of
attempting to heal has turned in vain. This frail body has had enough. The hell
would never equate the small glimpse of heaven. Days of wishing for everything
to stay this way has come to an end. No more dancing with empty hopes and phony
words. Enough, I said, enough.
My eyes are weeping but it doesn’t resemble
what is happening inside me. A spark of joy is there. A flame I thought was
gone but never really goes out. I spring into the devouring gallop, not caring
the blood trails behind me or the door that hasn’t been shut. This is not a
home. It never is.
07/11/2019
Rebas
Lamun berkepanjangan yang tak kunjung rampung
Tersemat tanya yang tak larut oleh waktu
Guruh mencapai sukma
Barangkali tak mau direda
Hanya meminta diterima
Lalu menyadari bahwa yang mati
Tak seharusnya bangkit kembali
Tersemat tanya yang tak larut oleh waktu
Guruh mencapai sukma
Barangkali tak mau direda
Hanya meminta diterima
Lalu menyadari bahwa yang mati
Tak seharusnya bangkit kembali
30/10/2019
Absence
Your frigid soul leaves marks
Like a grave of flowers on my frail skin
Are you lost, my dear grace?
I'll leave the secret door unlock
With the last ray of sunshine
Before the winter came
Like a grave of flowers on my frail skin
Are you lost, my dear grace?
I'll leave the secret door unlock
With the last ray of sunshine
Before the winter came
18/09/2019
Tanda Baca
Sepasang mata itu adalah sebuah tanda koma
Pengingat untuk mengistirahatkan fasad
Dan menenggak segelas seloki guna menyurutkan kejal
Angannya serupa tanda tanya
Sejumput teka-teki penuh misteri
Ingin diurai namun jemari tak punya kuasa
Sepasang tangan itu sebuah titik
Pengingat kata-kata untuk berteduh
Untuk berumah sebelum kembali menggaduh
Loveless Bed
Here lies,
A solitude man who preached nothing but lust
A loving beau with an abudance of forgiveness
The duvet touched the skins
Yet the skins are inches apart
The air comes as a sultry relief
For the bed with nothing
But a stone cold weather
But a stone cold weather
Both bodies are wrapped
With nothing but loneliness
And souls that are
As good as dead
As good as dead
03/08/2019
Idem
Kalau kamu bilang mudi SMA
Labil saat menstruasi melanda
Coba tengok lelaki dua dasawarsa
Yang sedang bermain rasa
Labil saat menstruasi melanda
Coba tengok lelaki dua dasawarsa
Yang sedang bermain rasa
27/06/2019
Menadah Senyap
Dunia akan melihat kita sebagai dua insan yang bisu
Aku dan kamu memang tak gemar memuntahkan diksi
Takut jikalau aksara yang membanjiri lantai melukai hati insan yang tak sengaja lewat
Dibalik diam itu ada aku yang menyantap rindu seorang diri
Kemudian ada kamu yang meneguk ucapanmu kembali
Lidahmu kelu, sedang suaraku dikungkung dinding takut yang begitu tinggi
Sesekali mataku tertawan oleh tatapmu
Tembang yang dimainkan merambah masuk ke jiwamu
Lamat-lamat sampai ke hatimu
Sebuah tembang yang mustahil untuk kau lupa
Sesekali jemarimu menghiraukan auraku
Mencoba mengerti dan menggapainya satu-persatu
Jika begitu aku pasti luruh
Malu menjelma menjadi nelangsa
Kubiarkan merah darah menyaru dengan lembayung senja
Mencipta tragedi yang dicinta ribuan pasang mata muda-mudi
Sedang aku dan kamu masih juga bungkam
Kita lalu belajar untuk bercakap dalam sunyi
Untuk kemudian mencinta dalam diam
Aku dan kamu memang tak gemar memuntahkan diksi
Takut jikalau aksara yang membanjiri lantai melukai hati insan yang tak sengaja lewat
Dibalik diam itu ada aku yang menyantap rindu seorang diri
Kemudian ada kamu yang meneguk ucapanmu kembali
Lidahmu kelu, sedang suaraku dikungkung dinding takut yang begitu tinggi
Sesekali mataku tertawan oleh tatapmu
Tembang yang dimainkan merambah masuk ke jiwamu
Lamat-lamat sampai ke hatimu
Sebuah tembang yang mustahil untuk kau lupa
Sesekali jemarimu menghiraukan auraku
Mencoba mengerti dan menggapainya satu-persatu
Jika begitu aku pasti luruh
Malu menjelma menjadi nelangsa
Kubiarkan merah darah menyaru dengan lembayung senja
Mencipta tragedi yang dicinta ribuan pasang mata muda-mudi
Sedang aku dan kamu masih juga bungkam
Kita lalu belajar untuk bercakap dalam sunyi
Untuk kemudian mencinta dalam diam
20/06/2019
Niskala
Repot berlutut menengadah tangan
Sampingmu bisu, langkahmu pun tak tahu
Atasmu tak mau membantu
Terhadap senyapmu yang berisi arogansi
Apologi bukan solusi
Jika temu raga yang mampu memadamkan api
Sampingmu bisu, langkahmu pun tak tahu
Atasmu tak mau membantu
Terhadap senyapmu yang berisi arogansi
Apologi bukan solusi
Jika temu raga yang mampu memadamkan api
15/06/2019
Tentang Nyata dan Semu
Temaram subuh memenggal surga dan neraka
Neraka adalah singgasana
Bagi kata-kata yang merumah di ujung lidah
Merambat menuju sukar yang tak berujung
Menunggu tanya merebak diri
Membiarkan jawaban tersangkut di antara belukar pikiran
Sedang surga yang diidam tak pernah abadi
Hanya hasil menengadah tangan sepasang insan
Yang meminta matahari bermain mata dengan bulan
Mencari celah antara fajar dan juga petang
Yang mana dunia nyata?
Di dalam padam yang selalu setia,
Atau muram yang berteman surya?
Neraka adalah singgasana
Bagi kata-kata yang merumah di ujung lidah
Merambat menuju sukar yang tak berujung
Menunggu tanya merebak diri
Membiarkan jawaban tersangkut di antara belukar pikiran
Sedang surga yang diidam tak pernah abadi
Hanya hasil menengadah tangan sepasang insan
Yang meminta matahari bermain mata dengan bulan
Mencari celah antara fajar dan juga petang
Yang mana dunia nyata?
Di dalam padam yang selalu setia,
Atau muram yang berteman surya?
09/06/2019
Baby Tomorrow; It’s Happening Again
Her soul is pulled somewhere
Under the riddled constellations her muscles are
ruptured
The steps go to the miscalculated address upon the
crumpled postcard
A small chant escaped her mouth
Her tongue rolls, her lips are damp
Showing the modern world a glimpse taste of heaven
Her fingers brush the remnants of yesterday
The seeds yet to grow on tomorrow
What now?
Just another dull van conversation
Or perhaps an encounter
When she eventually feels like coming home
08/06/2019
Revolve
A heart full of cavities
A scant of grieve
Aches to aches
From a veritable chaos
Turned into an enthralling ecstasy
Gugur
Waktu diam-diam melambat
Memenggal nafas yang tak ingin dihembus
Dan kemudian raga menggugat cerai jiwa
Lalu semua menjadi janggal
Aku meratapi kematian raga yang masih berjalan di atas
bumi
Semesta meludahi dirinya sendiri
Mengakui bahwa dirinya hanya seorang pecundang
Sayang, kita menyelam untuk tenggelam
25/05/2019
Kidung Ramanda
1/
Ayah bilang kita akan pergi berkelana
Riang gembira sepatu menghentak ubin
Canda kukemas tak lupa tawa mengikuti
Langkahku naif tak menggandeng pesimis
2/
Ayah menggenggam jemariku terlalu kencang
Belantara,
ucapnya, jangan sampai kau ditelan
nestapa
Letih mengecup kakiku dengan lembut
Ayah, aku ingin pulang
3/
Hujan di pipi memutus kemarau panjang yang menyengat
kalbu
Ayah bilang ada baiknya membawa serta cinderamata
Tetapi biru dan merah tak pernah jadi warna kegemaranku
Aku lebih senang aroma kretek yang selalu ia bawa serta
4/
Atap di kepala adalah fana dan Ayah mulai terpasah
Ayah mencari sentosa pada yang maya
Pada gincu rasa stroberi
Atau di antara dua penanda jejak penuh apati
5/
Aksaraku mulai terbata
Warnaku berubah tak pernah kukuh
Kumenanti bayang Ayah dalam layung temaram
Sampai kuncupku menolak untuk merekah lagi
23/04/2019
Overdue
The rain devoured the ethereal body of a man with endearing eyes
A lethal calamity no one could blame
The woman drowned in denial
Displeasure erupted inside and the smile had turned dull
The chair in front of her was empty
Her cup of coffee had turned vapid
Soon the hurricane turned into an alluring array of colours
The man beamed; felt idyllically delighted
The chair would be occupied
But the steps had already derailed
It was nothing but a stare of despair
And a frown that turned into a wound
A lethal calamity no one could blame
The woman drowned in denial
Displeasure erupted inside and the smile had turned dull
The chair in front of her was empty
Her cup of coffee had turned vapid
Soon the hurricane turned into an alluring array of colours
The man beamed; felt idyllically delighted
The chair would be occupied
But the steps had already derailed
It was nothing but a stare of despair
And a frown that turned into a wound
23/03/2019
Selawat
Sunyi tumpah menyiram lantai kamar itu
Sepetak ruang suwung dengan aroma kretek yang meruap
Dan seorang pemuda yang bersimpuh
Dengan tembakau yang sudah berubah jadi abu
Tangannya berpadu
Memohon pada Bunda yang berhati mulia
Dan Bapa yang membuka tangan untuk menerima
Dalam diamnya ia meratap
Agar merelakan tapak yang ingin pergi
Agar memaklumi darah asing yang mengalir dalam nadi
Agar menghapus sidik jari dari yang bukan milik diri
Agar yang hancur
akhirnya belajar untuk melebur
19/03/2019
Seasonal
The man came like a gentle zephyr on a spring day
Breezing through the crisp air
Hopping its feet from one heart to another
Sugar-coated the words that came out of his mouth
Suddenly I was an over-sugared toddler
Bright and chirpy like a hummingbird
Soon the man ignited the fuse
From a spark turned to a fire
My love boiled beneath my skin and slowly softened my bones
//
The man left like a drizzle on the first day of summer
Needed but gone too soon
It became a steady thrum of rain on the window
The love shifted to simmer
Turned the untranslated feelings into vapour
The season was not friendly
Amidst the heat my fingertips froze
But as the cold pierced through my veins
I clasped my sadness near
Swiftly fell asleep on its arms
Breezing through the crisp air
Hopping its feet from one heart to another
Sugar-coated the words that came out of his mouth
Suddenly I was an over-sugared toddler
Bright and chirpy like a hummingbird
Soon the man ignited the fuse
From a spark turned to a fire
My love boiled beneath my skin and slowly softened my bones
//
The man left like a drizzle on the first day of summer
Needed but gone too soon
It became a steady thrum of rain on the window
The love shifted to simmer
Turned the untranslated feelings into vapour
The season was not friendly
Amidst the heat my fingertips froze
But as the cold pierced through my veins
I clasped my sadness near
Swiftly fell asleep on its arms
07/03/2019
Surat Terbuka untuk Jiwa yang Direguk Waktu
Akhirnya datang masa di mana matamu kembali asing
seperti semula. Yang aku kenang bukan lagi nyata, tetapi semu semata.
Akhirnya tiba waktu di mana kita tumbuh layaknya pohon
rindang di hutan kota. Berada di satu tempat yang sama; dipayungi oleh gemawan merah
kesumba dan bernafas di antara bayang-bayang halimun. Namun ranting kita
mengejar sinar mentari yang berbeda. Dan kita pun harus dewasa dan mencoba
untuk mengerti. Langkah kaki hanya diciptakan untuk singgah, bukan untuk
mengakar apalagi tumbuh bersama.
Air mataku yang tak pernah akrab dengan realita sesekali luruh mengingat nadi kita yang pernah berdetak bersama. Namun itu sudah lalu. Tak baik membangunkan sesuatu yang sudah tidur dengan tenang.
Air mataku yang tak pernah akrab dengan realita sesekali luruh mengingat nadi kita yang pernah berdetak bersama. Namun itu sudah lalu. Tak baik membangunkan sesuatu yang sudah tidur dengan tenang.
Tak banyak yang ingin kusampaikan. Mendengar suaramu saja sudah buat hati ini berdegup
tak karuan. Sekadar melihatmu tersenyum tenteram saja sudah lebih dari
cukup. Aku tak boleh tamak dan menginginkan kita untuk mendayung
berdampingan di arus sungai yang sama. Lagipula,
mustahil bagi kita untuk menginjak arus sungai yang sama. Begitu yang kutahu dari
seorang filsuf asal Yunani.
Saat ini mauku bahagia. Mauku juga kamu bahagia. Tak
perlu bersama jika dengan tangan sendiri kita mampu melukis segurat senyum.
Ucapan terima kasih rasanya klise. Tapi syukurku dalam hati dapat mencipta
karsa, membagi rasa, dan membangun rasa denganmu. Tanpamu tak akan
ada aku. Tanpamu tak akan ada realita.
Mungkin di lain waktu.
Mungkin di lain semesta.
28/02/2019
Luruh
Kuyakini mimpi nantinya akan meranggas melayu
Menjelma menjadi residu yang tak lagi bernyawa
Di antara kata 'mungkin' yang tak disangka jadi nyata
Di situ sukmaku meringkuk pilu
Masih dikekang oleh perjamuan singkat
Antara bola mataku dan bola matamu
Yang buat jemari riuh tak mau bungkam
Barangkali langkahmu memang harus kurelakan pergi
Demi menahbiskan jasadku
Agar matinya jadi syahdu
Supaya tak jadi hantu
Hidup di ujung spektrum cahaya kalbu
Tak henti meracau tentang masa lalu
Menjelma menjadi residu yang tak lagi bernyawa
Di antara kata 'mungkin' yang tak disangka jadi nyata
Di situ sukmaku meringkuk pilu
Masih dikekang oleh perjamuan singkat
Antara bola mataku dan bola matamu
Yang buat jemari riuh tak mau bungkam
Barangkali langkahmu memang harus kurelakan pergi
Demi menahbiskan jasadku
Agar matinya jadi syahdu
Supaya tak jadi hantu
Hidup di ujung spektrum cahaya kalbu
Tak henti meracau tentang masa lalu
25/01/2019
̶ or maybe the feeling was never there
We never said ‘I love you’
Because saying the words might make the other flee and
not touching each other’s souls would leave both heart in agony
We never said ‘I love you’
Because ‘love’ is a weak and lousy word to explain the
feeling when the one who makes you weep is also the one whose arms hits close to
home
We never said ‘I love you’
Because we found miscellaneous ways to not only say
it, but mean it
We never said ‘I love you’
But we made other form of talking through poems and
songs
We never said ‘I love you’
But we both knew
24/01/2019
Asumsi
Ribuan kata terbuang percuma
Dari sunyi hingga kembali hampa
Apa gunanya menelan malu
Jika yang dua tak bisa jadi satu
Lalu orang bilang semua butuh waktu
“Namanya juga hati,
Perlahan nanti akan sembuh sendiri.”
Tapi tak ada yang mengerti
Selain yang pernah hidup
Di ruang antara kata yang tak diucap
Dan rasa yang diingin kembali
21/01/2019
Raga dan Semesta
Kupejam mata satu detik
Tak sadar hati hilang satu detak
Kembali menuju waktu
Mengganti siang menjadi malam yang bisu
Entah bisu, atau memang sendu
Karena tubuh yang lumpuh
Sepuh mengejar banda
Dan abai memupuk cita
Favorite Place
Your free soul always roams
Yet your mind fixated
To the day you finally said ‘I’m home!’
So I pray that the street
Is not just a mere concrete
But a way
To a place where you keep your ‘someday’
Subscribe to:
Comments (Atom)