23/03/2013

Sekat Itu Masih Nyata

Disaat semua pergi, seperti biasa, aku masih setia memijakkan kaki di sekolahku ini. Dua tahun perjuangan hampir mencapai puncaknya. Rasanya baru sebulan yang lalu aku menjalani hari-hari dengan orang-orang asing ini. Namun tak kusangka dalam waktu dekat ini kita semua akan berpisah. Kita yang telah menjadi teman. Kita yang telah menjadi sahabat. Yang telah berbagi hembusan nafas dan berkeringat bersama, kini akhirnya kita dihadapkan pada pesta pora yang telah kita persiapkan selama tiga tahun ini.

Mungkin itu alasanku enggan untuk terburu-buru pulang hari ini. Aku masih ingin merasakan hembusan angin berbisik di telingaku. Menyaksikan ujung cemara yang bergoyang. Atau sekadar merasakan teriknya matahari. Aku, yang masih terbalut oleh seragam sekolah, ditemani oleh salah satu sahabatku sejak kelas delapan. Agatha namanya. Awalnya kami hanya terdiam. Menyaksikan anak-anak Adam menendang-nendang si bundar. Hingga akhirnya Agatha melontarkan satu pertanyaan padaku. "Kenapa ya Pris, orang harus ngebeda-bedain agama?". Pertanyaan ini yang membuatku menyelami pemikiranku yang terdalam. Agatha ada seorang Kristen. Sedangkan mayoritas murid disekolahku adalah Islam. Aku tak pernah memaksa orang untuk berpindah keyakinan. Toh keyakinan datangnya dari tiap-tiap manusia itu sendiri. Namun apa yang menyebabkan kita, para manusia, memperkelahikan hak setiap orang? Aku bukan seorang Atheist. Tetapi melihat kejadian ini, rasanya dunia terlalu kejam dalam urusan agama. Kita tak dapat menyepelekan agama. Namun bukan berarti kita harus melihat segalanya dari sudut pandang agama. Seperti misalnya, kita lebih membela orang yang berkeyakinan sama dengan kita padahal orang ini bersalah? Bukankah itu berarti dosa untuk diri kita sendiri? Seingatku, Tuhan tak pernah menyuruh hambanya memerangi sesamanya. Lalu apa yang selama ini kita lakukan?

Pertanyaan Agatha sulit kujawab, karena aku sendiri memiliki keyakinan yang berbeda dengannya. Aku tak mampu menjabarkan alasan setiap orang mempetak-petakan segala sesuatu berdasarkan agama. Jika seperti itu, mungkin aku dan Agatha tak pernah merajut tali persahabatan kita. Mungkin aku akan memusuhi Agatha, begitu juga dengan dia. Tetapi bayangkan, jika kita tidak bersama, apa yang dapat kita lakukan sendiri?

No comments:

Post a Comment