23/03/2019

Selawat

Sunyi tumpah menyiram lantai kamar itu
Sepetak ruang suwung dengan aroma kretek yang meruap
Dan seorang pemuda yang bersimpuh
Dengan tembakau yang sudah berubah jadi abu

Tangannya berpadu
Memohon pada Bunda yang berhati mulia
Dan Bapa yang membuka tangan untuk menerima
Dalam diamnya ia meratap

Agar merelakan tapak yang ingin pergi
Agar memaklumi darah asing yang mengalir dalam nadi
Agar menghapus sidik jari dari yang bukan milik diri
Agar yang hancur akhirnya belajar untuk melebur

19/03/2019

Seasonal

The man came like a gentle zephyr on a spring day
Breezing through the crisp air
Hopping its feet from one heart to another
Sugar-coated the words that came out of his mouth
Suddenly I was an over-sugared toddler
Bright and chirpy like a hummingbird
Soon the man ignited the fuse
From a spark turned to a fire
My love boiled beneath my skin and slowly softened my bones

//

The man left like a drizzle on the first day of summer
Needed but gone too soon
It became a steady thrum of rain on the window
The love shifted to simmer
Turned the untranslated feelings into vapour
The season was not friendly
Amidst the heat my fingertips froze
But as the cold pierced through my veins
I clasped my sadness near
Swiftly fell asleep on its arms

07/03/2019

Surat Terbuka untuk Jiwa yang Direguk Waktu

Akhirnya datang masa di mana matamu kembali asing seperti semula. Yang aku kenang bukan lagi nyata, tetapi semu semata.

Akhirnya tiba waktu di mana kita tumbuh layaknya pohon rindang di hutan kota. Berada di satu tempat yang sama; dipayungi oleh gemawan merah kesumba dan bernafas di antara bayang-bayang halimun. Namun ranting kita mengejar sinar mentari yang berbeda. Dan kita pun harus dewasa dan mencoba untuk mengerti. Langkah kaki hanya diciptakan untuk singgah, bukan untuk mengakar apalagi tumbuh bersama. 

Air mataku yang tak pernah akrab dengan realita sesekali luruh mengingat nadi kita yang pernah berdetak bersama. Namun itu sudah lalu. Tak baik membangunkan sesuatu yang sudah tidur dengan tenang.

Tak banyak yang ingin kusampaikan. Mendengar suaramu saja sudah buat hati ini berdegup tak karuan. Sekadar melihatmu tersenyum tenteram saja sudah lebih dari cukup. Aku tak boleh tamak dan menginginkan kita untuk mendayung berdampingan di arus sungai yang sama. Lagipula, mustahil bagi kita untuk menginjak arus sungai yang sama. Begitu yang kutahu dari seorang filsuf asal Yunani.

Saat ini mauku bahagia. Mauku juga kamu bahagia. Tak perlu bersama jika dengan tangan sendiri kita mampu melukis segurat senyum. Ucapan terima kasih rasanya klise. Tapi syukurku dalam hati dapat mencipta karsa, membagi rasa, dan membangun rasa denganmu. Tanpamu tak akan ada aku. Tanpamu tak akan ada realita.

Mungkin di lain waktu.

Mungkin di lain semesta.