22/01/2013

Palsu

Sang dara memijakkan kakinya kedalam ruangan itu
'Aku tak mampu melakukan hal itu'
Sang pria yang sedang ditatapnya menghentikan pekerjaannya
Ia menatap sang dara
'Bahkan kau pun belum mencoba'
Dara itu menarik napas panjang
Seakan dunianya mulai binasa
'Membayangkannya saja membuatku lemah'
Pria menjawab 'Demi seonggok nasi dan hembusan kehidupan
Apalah artinya berpura-pura'

*

Lampu sorot mulai dinyalakan. Jeritan disana-sini. Bubuk bedak berserakan. Ketegangan bertebaran layaknya partikel kecil di udara. Sang dara berniat untuk bungkam. Mencoba bertahan seperti batu karang. Namun dayanya tak kuat. Ia lemah. Terbawa arus hingga sampai menginjak kaki di lantai kayu yang rapuh ini. Raganya terbang entah kemana. Sepasang mata bertindak mencari sang pria idamannya itu. Ia menemukan dirinya dipaksa masuk ke remang malam

*

Aku tak dapat melakukan apa-apa lagi
Inilah hidup kita sekarang
Wajah kita yang dipoles dengan kefanaan temporer
Inilah dunia kita. Panggung sandiwara'
Lampu sorot menyilaukan pandangan
Sang dara kaku
Tak mampu bicara apalagi bergerak
Si pria melepaskan genggamannya
Lalu ia pergi menjauh
Pria itu menorehkan senyumannya
Mungkin senyuman tulus terakhir yang akan dilihatnya
Mereka bukan siapa-siapa lagi disini, sang dara menyadari
Ia memalsukan sebuah senyuman
Beranjak dan pergi

Ia menuju panggung sandiwara


18/01/2013

Gern Mögen

       Aku berdiri sendiri. Ditengah riuhnya dunia. Aku merasa kesepian, bahkan diaat aku tidak sendiri. Aku tersesat. Aku kecewa. Aku menangis. Aku menyesal telah mencintaimu. Aku menyesal telah menaruh harapan padamu. Sekarang aku tahu. Dirimu tidak akan pernah mencintaiku. Dirimu tidak akan pernah menjadi milikku. Karena seharusnya aku sadar dan berkaca diri. Aku bukan siapa-siapa, dan aku tidak mungkin mecintaimu. Sebuah batas telah menghalangi kita. Batas yang tak mungkin kuruntuhkan.

       Kini hari mulai gelap. Matahari sedang menerangi jiwa lain di dunia ini. Kadang aku lupa bahwa jutaan manusia sedang berdiri di tempat yang sama tempat aku berpijak. Namun, walau keujung dunia, tak akan pernah kutemui adam sepertimu. Seseorang yang dapat membuat pikiran ini berkecamuk melawan realita. Aku selalu bermimpi. Kadang aku melupakan realita pahit yang harus kutemui. Tentang siapa aku, siapa kamu, dan bagaimana kita tidak akan pernah satu


2012

Saying Goodbye

                                  Suatu kali aku meragukan kematian. Suatu kali aku menertawakan perpisahan. Namun semua itu berubah, saat Tuhan merenggut nyawa ibuku, orang yang paling kusayangi di dunia ini. Aku tak lagi meragukan maut. Semua tampak begitu nyata. Lalu hujan mulai turun dengan derasnya. Aku mulai membuka foto-foto kenangan yang saat ini diliput debu. Satu foto keluarga besar, yang perlahan-lahan anggotannya mulai meninggalkan dunia ini. Dan aku menyadari. Suatu hari nanti aku pun akan menghilang juga. Meninggalkan secarik foto dengan sebuah nama, tanpa siapapun orang tahu. Lagu selamat tinggal mulai mengalir di pikiranku. Sekilas bayangan hidup mengalir di pikiran. Pada saat nanti, saat tubuh ini menua, dan mataku mulai kabur, yang dapat kulihat hanyalah diriku sendiri. Aku tak mungkin berpegangan pada tulang punggung orang lain. Mereka menghiburku, namun tak bisa memikul bebanku. Tak ada yang mampu menjadi diriku. Aku adalah aku. Dan diri ini tak bisa menghentikan waktu, walau hanya sesaat, untuk mengucap selamat tinggal. Kali ini perpisahan dilambangkan dengan tetes air mata. Aku tak dapat lari kemanapun. Dan pada saat itu, aku merasa perjalananku telah selesai. Aku telah menulis di lembaran terakhir buku sejarahku. Aku harus pergi. Ke alam lain tanpa memori yang tersisa. Tampaknya aku harus mengucap selamat tinggal.

Lebewohl


Dedicated to my beloved grandfather, Yohannes Ratim. 
Rest In Peace 
-2013-