Aku adalah sebuah angin yang melayang-layang menembus udara. Aku berpindah-pindah mencari-cari seorang teman baru yang dapat aku ajak bermain. Hingga suatu ketika aku singgah di suatu tempat bernama Tunas Jakasampurna School. Aku menemui seorang gadis yang periang dan tegar. Asya namanya. Aku mencoba mendekatinya. Menghiburnya dengan terpaan anginku di wajahnya. Aku mencoba menelusuri kehidupannya. Ayahnya telah tiada. Sebagai anak tertua, mau tak mau ia harus bersikap tegar dan menjadi dewasa untuk kedua adiknya yang masih kecil. Ia kadang menemani ibunya sebagai guru TK. Namun ia pun tidak menolak jika harus pulang sendiri. Bagaimanapun ia harus mandiri. Ia tinggal bersama bibinya dan hal itu menuntutnya untuk menjadi anak yang dibanggakan orang lain. Semangatnya tinggi. Ia dapat membuatku bersemangat mengerjakan PR-ku atau menghapal rumus-rumus matematika yang sulit. Hidup Asya hampir bahagia, hingga akhirnya ia tersandung sebuah kesalahpahaman. Kesalahpahaman yang sempat membuat air matanya jatuh dan dihujani sumpah serapah. Kucoba melindunginya dengan apapun yang kupunya. Namun aku hanyalah sebuah angin. Mereka tetap saja menganggap Asya sebagai bahan tertawaan. Kukira Asya akan tumbang diterpa semua itu. Tetapi aku salah. Bagaikan batu karang, Asya berdiri tegar dan menutupi kesedihannya dengan senyuman di wajahnya. Cacian mereka dibalas dengan nilai-nilai Asya yang semakin meningkat. Mereka tetap tertawa, mereka tetap menilai. Itu semua karena mereka buta. Asya tetap tak peduli. Asya tetap tertawa. Kadang kurasa dia lebih tegar daripada aku. Aku hanyalah sebuah angin yang terlalu lemah untuk menghadapi dunia yang fana ini. Namun Asya selalu mendengar ocehanku dan menyemangatiku setiap saat. Karena Asya pun telah bangkit. Telah berenang menembus cobaan hidup. Dan Tuhan telah mendengar setiap doaku untuk Asya. Kini kami berjalan bersama. Setahun yang lalu aku mencari seorang sahabat untuk diajak mengarungi hidup ini. Tak kusangka angin ini menemukan sebuah harta dunia bernama Asya. Terima kasih, sya. Kuterpa wajahmu dengan angin tulus
No comments:
Post a Comment