Sekali dua kali alam baka disinggung. Entah disengaja atau tidak. Entah memang ingin untuk diantar oleh para pecinta atau tidak. Sebuah rasa yang tak kunjung terbenam. Rasa sesak yang diingini untuk berhenti.
Berhenti berpindah,
Berhenti menjadi satu,
Berhenti mencoba.
Keinginan untuk tak hanya singgah melepas penat. Keinginan sederhana untuk pulang.
Kata maaf dan selamat tinggal adalah ucapan yang tak asing dikecap lidah. Terlalu sering, hingga rasanya pilu dan ditelan dalam kalbu. Maknanya telah luruh.
Hirup aroma baju yang serupa lemari usang milik pendahulu. Hirup aroma masakan rumah yang membuat yang kosong berseru. Apa itu rumah? Tak familiar di benak tentang bagaimana koper-koper di gudang dijinjing pergi ke tempat yang asing untuk sesaat. Bahkan koper-koper itu punya rumah. Tempat berpulang pada kasur yang empuknya tak berubah.
Lalu kematian datang dengan ide tentang berpulang. Tentang rumah yang tak pernah pindah. Dan orang-orang yang bertahan sampai fajar datang guna menjadi penanda untuk bertadah. Bahkan tak ada waktu, tak perlu juga mengkhawatirkan ruang. Hanya kau, dan rasa di rumah milik sendiri.
No comments:
Post a Comment