Siang itu kulepas lelah di taman kecil
itu; taman dimana bahagia masa kecilku berasal. Semuanya masih sama, hanya
suasanya sekarang berbeda. Kali ini aku pergi sendiri, tanpa sosok yang biasa
menungguku di atas motor merahnya sambil mematik rokok kretek yang baunya
melekat sampai ke jaket merah jambu kesayanganku dulu. Aroma yang dahulu aku
benci, namun sekarang kurindu. Masih segar di ingatanku bagaimana diam-diam kuambil
sekotak rokok miliknya.
“Nanti Bapak cepat mati kalau ngerokok terus,” ucapku lugu.
Namun kudapati diriku sendiri menyalakan satu batang di antara jemariku. Sebuah sarana untuk mengusir memori tentangnya. Ia yang dulu menimang, namun kini tiap melintas di angan selalu membuat berlinang. Mungkin dulu aku terlalu kecil untuk tahu apa yang ingin dilupakannya.
“Nanti Bapak cepat mati kalau ngerokok terus,” ucapku lugu.
Namun kudapati diriku sendiri menyalakan satu batang di antara jemariku. Sebuah sarana untuk mengusir memori tentangnya. Ia yang dulu menimang, namun kini tiap melintas di angan selalu membuat berlinang. Mungkin dulu aku terlalu kecil untuk tahu apa yang ingin dilupakannya.