30/07/2021

Lilo

Jasadnya sudah terkubur enam meter di bawah tanah di mana ia berpijak. Beberapa masih tersedu, beberapa memutuskan untuk membawa duka sebagai santap makan malam di rumah. Ia bergeming, sejujurnya tak tahu harus berbuat apa. Ini bukan kali pertama ia dituntut untuk menghadapi kematian dalam hidupnya. Namun, rasanya hampir tidak mungkin untuk jiwa dan raganya terbiasa dengan hal itu. Khususnya hari ini.

Hubungannya dengan adiknya tidak seindah lagu Il Mondo yang dilantunkan oleh Jimmy Fontana. Tetapi ia rasa tak semua lagu harus memiliki nada yang indah. Terkadang sesuatu yang terdengar unik, tanpa pendengarnya bisa menerka apa yang selanjutnya akan terjadi, menjadi sebuah lagu yang menarik untuk didengar berulang kali. Kematian adiknya membuatnya merasa tak bisa mendengar lagu itu lagi.


Semasa kecil, ia pernah berpikir bagaimana kita bisa yakin bahwa seseorang benar-benar tiada. Alat-alat di rumah sakit memang sudah begitu canggih. Pun tubuh kita bisa memberi sinyal jika nyawa tak lagi ada di dalamnya. Tetapi pikirannya selalu mengandai, bagaimana jika orang yang meninggal tidak benar-benar mati? Bahkan sisi medis pun mengakui keberadaan mati suri. 


Jika benar begitu, bisa saja ia terlambat untuk mengetahui itu. Mungkin juga adiknya sedang mengetuk-ngetuk peti matinya demi memberi tahu bahwa ia masih hidup dan tidak seharusnya berada di dalam sana. Mungkin selama ini ada orang yang dikubur hidup-hidup. Sehingga secara tidak sengaja, kita semua yang telah membunuh mereka, dan bukan takdir.


Pikiran-pikiran itu menyulut angannya menjadi kalut. Kemungkinan itu menggubahnya ingin meraih penggali dan membuka kembali peti mati yang sudah ditutup rapat-rapat. Tangannya ingin memeluk seorang sosok dengan jiwa yang masih melekat; sadar bahwa kali ini pikirnya telah membantarnya untuk menjadi seorang jagal. 


Tapi nyatanya kematian sudah datang semakin dekat, dan kali ini datang menceraikannya dan adiknya. Pikirannya yang liar hanya sebuah kesaksian bahwa ia tak ingin menanggung rasa bersalah di tiap langkahnya, dan ia masih ingin mendengar lagu itu sekali lagi.

Hidup Diliput Welas

Jangan sampai dinding kamarmu

Menghidu nama lain selain dirinya

Mereka lihai menyimpan rahasia

Tak punya tutur untuk bercakap

Namun mata dan telinganya

Tak pernah picing dan tumpul

Untuk merujammu sampai dalam

Namun pun bila mereka tak tangkas menangkap

Celoteh dan keluh hatimu begitu nyaring

Berdengung hingga telinga yang kuasa


Kalau sudah begitu

Sembah sujudmu bisa saja mudarat

Kibarkan saja bendera putih dalam pilu

Hingga getirmu mampu dilahap oleh ingat