Tak seperti
biasanya hujan. Biasanya langit hanya menawarkan langit kelabu tanpa
titik-titik air yang terjatuh dikepalaku. Entah bagaimana, titik-titik air itu
memutuskan untuk menjatuhkan dirinya malam ini. Disebuah malam minggu di awal
November. Hujan yang mengguyur sejak sore, membuat jalanan tergenang
dimana-mana. Kemacetan mengepungku cukup lama. Membuat hati ini gundah. Kulirik
jam tanganku puluhan kali. Jantungku berdegup kencang. Benakku tak dapat
berpikir dengan jernih. Apa mungkin aku sampai tepat pada waktunya?
Purnama
menemaniku. Berusaha menenangkanku. Namun ia pun akhirnya menghilang.
Terselimuti oleh awan kelabu yang tak kunjung sirna. Malamku gelap lagi. Hatiku
galau lagi.
Lalu kupinta
Sang Waktu untuk memperlambat dirinya berjalan. Kupinta Sang Takdir untuk turut
membantuku. Dan rasanya mereka pun mendengar laraku. Seorang gadis dengan hati
yang sendu yang tak meminta banyak. Hanya kali ini saja.
Dan pada
akhirnya, aku sampai ditempat yang kutuju. Aku berlari. Entah mengejar apa.
Entah untuk apa. Namun aku berlari. Karena aku tahu, seseorang yang kutunggu
itu tak jauh dari sini. Aku merasakan kehadirannya. Dimana dia?
Aku akhirnya
berhenti berlari. Merasa lelah. Merasakan tenagaku yang terkuras habis oleh
emosi dan perasaan yang bercampur aduk tak karuan. Dan pada saat itu, seseorang
itu datang. Tak perlu menanyakan keraguan di jiwa, karena hatiku yakin itulah
dia.
Sang
potongan memori yang hilang. Akhirnya kembali lagi. Dan ia pun tersenyum.
Menandakan aku pun tak salah. Sebuah potongan memori yang hilang darinya pun
kugenggam erat. Masih tersimpan. Masih disini. Masih ada, dan selalu ada.