09/11/2014

Masih Tersimpan

Tak seperti biasanya hujan. Biasanya langit hanya menawarkan langit kelabu tanpa titik-titik air yang terjatuh dikepalaku. Entah bagaimana, titik-titik air itu memutuskan untuk menjatuhkan dirinya malam ini. Disebuah malam minggu di awal November. Hujan yang mengguyur sejak sore, membuat jalanan tergenang dimana-mana. Kemacetan mengepungku cukup lama. Membuat hati ini gundah. Kulirik jam tanganku puluhan kali. Jantungku berdegup kencang. Benakku tak dapat berpikir dengan jernih. Apa mungkin aku sampai tepat pada waktunya?

Purnama menemaniku. Berusaha menenangkanku. Namun ia pun akhirnya menghilang. Terselimuti oleh awan kelabu yang tak kunjung sirna. Malamku gelap lagi. Hatiku galau lagi.

Lalu kupinta Sang Waktu untuk memperlambat dirinya berjalan. Kupinta Sang Takdir untuk turut membantuku. Dan rasanya mereka pun mendengar laraku. Seorang gadis dengan hati yang sendu yang tak meminta banyak. Hanya kali ini saja.

Dan pada akhirnya, aku sampai ditempat yang kutuju. Aku berlari. Entah mengejar apa. Entah untuk apa. Namun aku berlari. Karena aku tahu, seseorang yang kutunggu itu tak jauh dari sini. Aku merasakan kehadirannya. Dimana dia?

Aku akhirnya berhenti berlari. Merasa lelah. Merasakan tenagaku yang terkuras habis oleh emosi dan perasaan yang bercampur aduk tak karuan. Dan pada saat itu, seseorang itu datang. Tak perlu menanyakan keraguan di jiwa, karena hatiku yakin itulah dia.

Sang potongan memori yang hilang. Akhirnya kembali lagi. Dan ia pun tersenyum. Menandakan aku pun tak salah. Sebuah potongan memori yang hilang darinya pun kugenggam erat. Masih tersimpan. Masih disini. Masih ada, dan selalu ada.